apakabar.co.id, JAKARTA – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal meminta DPR tidak hanya menunda rapat paripurna, tetapi juga harus patuh dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada.
“Mudah-mudahan penundaan ini bukan sekadar penundaan waktu, melainkan penundaan pembahasan secara menyeluruh. Kita akan lihat apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar Said Iqbal di Gedung DPR, Kamis (22/8).
Saat ini, DPR masih menunda rapat paripurna yang dijadwalkan untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada.
Kondisi itu membuat ribuan buruh dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia turun ke jalan untuk menggelar aksi demonstrasi.
Mereka dengan tegas menolak revisi UU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan putusan MK.
Menurut Said, DPR harus tunduk pada keputusan yang telah dikeluarkan oleh lembaga konstitusi tertinggi tersebut.
“Saya bisa pastikan bahwa di seluruh wilayah Republik Indonesia, masyarakat akan turun ke jalan untuk melawan kehendak DPR melalui Baleg dan sidang paripurna. Kita hanya meminta satu hal, yaitu tegakkan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Jangan hanya patuh ketika keputusan itu menguntungkan dan sesuai dengan kepentingan mereka. Ketika mereka merasa dirugikan, mereka cepat-cepat melakukan sidang-sidang untuk mengganti keputusan tersebut,” kata Said dengan tegas.
Said Iqbal juga memperingatkan DPR agar tidak menguji kesabaran rakyat dan tidak meremehkan keberanian kaum buruh serta mahasiswa.
“Sekali lagi, jangan tantang keberanian rakyat, jangan tantang keberanian kaum buruh dan teman-teman mahasiswa,” tambahnya.
Konteks Penundaan dan Proses Cepat Revisi UU Pilkada.
Sebagai latar belakang, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah sebelumnya telah sepakat untuk membawa revisi UU Pilkada ke sidang paripurna yang dijadwalkan berlangsung pada hari ini.
Revisi tersebut dipercepat hanya dalam satu hari untuk segera disahkan menjadi undang-undang.
Namun, langkah cepat ini mendapat penolakan dari berbagai pihak yang menganggapnya sebagai upaya untuk mengabaikan putusan MK.
Sebanyak delapan fraksi di DPR mendukung revisi ini, sementara hanya satu fraksi yang tegas menolak.
Partai-partai politik yang menyetujui RUU Pilkada antara lain Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PPP dan PKB.
Adapun satu-satunya partai yang menolak revisi ini adalah PDIP.
Pasalnya, ada beberapa perubahan signifikan yang diusulkan dalam revisi UU Pilkada.
Salah satunya adalah terkait usia calon kepala daerah yang akan dihitung saat pelantikan, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung terhadap PKPU, bukan saat penetapan seperti yang ditegaskan oleh MK dalam putusan gugatan UU Pilkada.
Selain itu, Baleg DPR juga sepakat untuk membedakan syarat minimal bagi partai politik dalam mengusung calon kepala daerah, yakni antara partai yang memiliki kursi DPRD dan yang tidak memiliki kursi DPRD.
Hal ini jelas bertentangan dengan putusan MK yang menyamaratakan perhitungan suara partai tanpa memandang ada atau tidaknya kursi di DPRD.
Meskipun revisi UU Pilkada ini telah dijadwalkan untuk disahkan dalam rapat paripurna hari ini, penundaan terjadi akibat tidak terpenuhinya kuorum forum.
Hal ini menambah ketidakpastian mengenai kelanjutan revisi UU Pilkada dan semakin memanaskan suasana politik di Indonesia.