Pengamat: Anggaran Kemenhub Dibatasi, Indonesia Darurat Transportasi Publik

Pemangkasan anggaran di tahun 2025 yang cukup signifikan membuat pesimistis pada pembangunan transportasi ke depan. Pagu anggaran Rp 24,8 triliun dinilai sangat kurang. Foto Istimewa untuk apakabar.co.id

apakabar.co.id, JAKARTA – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyayangkan adanya pemangkasan anggaran Kementerian Perhubungan dalam APBN tahun 2025. Pemangkasan anggaran menjadikan transportasi Indonesia tidak akan maju alias mengalami kemunduran.

“Slogan Nusantara Baru, Indonesia Maju tidak berlaku di sektor transportasi.  Terlebih anggaran transportasi perintis juga ikut dipangkas bahkan kemungkinan ada yang dihilangkan,” ujar Djoko dalam keteranganya di Jakarta, Sabtu (24/8).

Kementerian Perhubungan, kata Djoko, menjadi institusi yang paling bertanggungjawab dengan urusan transportasi di nusantara ini. Pengurangan anggaran justru akan menambah beban untuk melanjutkan sejumlah program transportasi yang seharusnya dilanjutkan.

Tiap tahun, sejak 2020, anggaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkisar Rp30 triliun. Kemenhub mendapat anggaran Rp34,7 triliun pada 2020.

25 PSN Sektor Transportasi Tuntas, Ini Sebarannya!

“Sempat menurun pada tahun-tahun berikutnya, pada 2024 pagunya meningkat menjadi Rp38,9 triliun, sesuai laporan pemerintah tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Semester I-2024,” terang Djoko yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

Pada Rancangan APBN 2025, sesuai Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (2025), pagu anggaran Kemenhub menyusut menjadi Rp24,8 triliun. Itu artinya, pagu anggaran berkurang sekitar 36 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam sektor transportasi, ungkap Djoko, banyak proyek yang bisa dikerjakan dengan skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan demikian, anggaran tak hanya mengandalkan dana pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta.

“Swasta mendapat konsesi. Jalan tol, misalnya, swasta bisa mendapat konsesi 40-50 tahun. Demikian juga dengan transportasi jalan rel yang bisa mendapat konsesi hingga di atas 50 tahun. Akan tetapi pemerintah tetap berperan menyediakan lahannya,” paparnya.

Tiket Pesawat Bali-Jakarta Ludes, Wisatawan Beralih ke Transportasi Bus

Pemangkasan anggaran yang cukup signifikan justru menimbulkan pesimistis pada pembangunan transportasi ke depan. Pagu anggaran Rp24,8 triliun dinilai sangat kurang.

Kemenhub, ujar DJojo, mengalami degradasi karena semua pembangunan telanjur terpusat di Jawa. Tidak ada transportasi umum (public transport) dan perhatian untuk daerah-daerah, misalnya daerah transmigran dan kawasan penghasil tambang (mineral). Mereka menghasilkan sesuatu, tetapi daerahnya begitu-begitu saja, tidak dipikirkan kesejahteraan warganya.

KPBU hanya menarik untuk proyek-proyek di Jawa. Persoalan penduduk yang masih sedikit di luar Jawa kurang menarik bagi pengembang. “Tingkat pengembalian modal ke badan usaha akan lama,” katanya.

Berdasarkan Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (2025), proyeksi kebijakan strategis Kemenhub pada 2026-2029 adalah mengembangkan konektivitas.

25 PSN Sektor Transportasi Tuntas, Ini Sebarannya!

Hal itu mencakup, pertama, meningkatkan konektivitas internasional untuk mendukung daya saing ekonomi dan kedaulatan nasional. Kedua, meningkatkan efektivitas konektivitas backbone antarpulau dan sistem pendukungnya untuk mewujudkan pemerataan pembangunan.

Persoalan konektivitas itu, menurut Djoko, sebaiknya tidak hanya dijawab oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga perlu dilibatkan dalam mengupayakan fasilitas dan sistem penghubung antardaerah.

“Pemda perlu memiliki misi yang sama guna mengupayakan transportasi berkelanjutan agar menjalankan visi dan misi yang sama dengan pemerintah pusat,” ucap Djoko.

Darurat transportasi umum
Sejauh ini, masalah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah masih berkutat pada transportasi umum. Belum ada prioritas pembangunan di sektor ini di berbagai daerah di Indonesia.

Dukung Kelancaran Arus Balik, PLN Jakarta Amankan Pasokan Listrik di 10 Zona Transportasi Publik

Indonesia sebagai negara kepulauan perlu membenahi angkutan umumnya. Perhatian untuk membangun transportasi umum selayaknya jadi agenda prioritas di daerah-daerah.

“Tidak perlu muluk-muluk, armada angkutan perintis yang bisa menambah kuantitas perjalanan dalam sepekan, misalnya 2-3 kali pun sudah cukup,” kata Djoko.

Secara fisik, pembangunan daerah perbatasan sudah baik, tetapi layanan transportasi kurang, angkutan desa hilang. Ini dampaknya panjang, bisa ke angka putus sekolah, perkawinan usia anak dan stunting.

“Hal ini tidak pernah disadari, bawah transportasi itu sudah menjadi kebutuhan dasar,” ujarnya.

Akses Transportasi Massal Jabodetabek, Menhub: Terus Kita Upayakan

Angkutan perintis perlu mendapat perhatian khusus. Bus Perintis yang dikelola Perum Damri, misalnya, yang mendapat penugasan menghubungkan daerah-daerah pelosok di Tanah Air, kurang didukung dalam hal sarana dan prasarana. Itu sebabnya, masyarakat daerah terpencil dan perbatasan hanya dilayani bus-bus tua yang sudah kurang laik.

Kita memiliki bangunan megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dibanding negara tetangga Malayisa. Namun tidak satupun PLBN ada layanan transportasi umum memadai.

“Sementara di Malaysia, setiap pos lintas batas dipastikan tersedia angkutan umum. Sekarang, hanya ada layanan Angkutan Lintas Batas Negera (ALBN),” papar Djoko.

Untuk itu, pemanfaatan Tanggung Jawab Lingkungan Sosial (TJLS) BUMN dan tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan swasta dapat digunakan secara tepat sasaran. Ketimbang membangun taman dan kolam renang, misalnya, CSR bisa dialihkan untuk membangun infrastruktur transportasi di daerah.

Organda Minta Tingkatkan Tata Kelola Transportasi di DKI Jakarta

“Sebagai contoh, pengadaan bus di daerah pertambangan, sehingga masyarakat sekitar terbantu transportasinya,” terang Djoko.

Sementara itu, arah kebijakan transportasi umum rezim selanjutnya belumlah jelas. Presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka belum pernah membicarakan isu-isu transportasi. Meskipun sempat dijanjikan saat kampanye, belum terlihat adanya pembenahan di sektor transportasi umum.

“Jadi, mereka harus punya menteri yang berkualitas, menteri yang benar-benar punya visi-misi untuk mengembangkan transportasi dengan target-target,” terangnya.

Transportasi tak hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian, tetapi perlu didukung kementerian-kementerian lain. Selama ini, pembangunan transportasi publik di daerah, misalnya, kurang mendapat perhatian dari banyak pemerintah daerah. Koordinasi antara Kemenhub dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga masih minim.

“Padahal, pemerintah daerah bisa didorong jika Kemendagri ikut andil dan mengawasi kinerja pembangunan transportasi,” tandasnya.

544 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *