Bisnis Ritel di Jakarta Tertekan Gegara Daya Beli Menurun

Ilustrasi toko ritel. Foto: Shutterstock

apakabar.co.id, JAKARTA – Perkembangan bisnis ritel di Jakarta terdampak langsung dari penurunan daya beli masyarakat. Hal itu juga disebabkan oleh penurunan jumlah kelas menengah.

Survei Knight Frank Indonesia menunjukan sektor ritel yang terbagi menjadi empat segmen, yakni premium grade A, grade A, grade B, dan Grade C.

Senior Research Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat menerangkan dalam segmen grande B dan grade C yang umumnya menyasar kelas menengah, justru mengalami koreksi paling dalam.

“Performa ritel grade B dan C, yang umumnya merupakan ritel strata, juga terlihat makin melemah dampak perluasan ruang belanja online dan berlanjutnya pelemahan daya beli,” katanya dikutip Jumat (13/9).

Baca juga: Pandemi Picu Transformasi Ritel Modern

Ritel atau mal memiliki dua jenis kepemilikan utama, yaitu strata dan sewa. Pada ritel strata, unit atau ruko dapat dibeli dan menjadi hak milik pemilik. Sedangkan pada ritel sewa, unit atau ruko hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu. Mereka menyewa dari pemilik properti.

“Sektor ritel grade B dan C yang umumnya adalah strata ritel ini mengalami koreksi sekitar minus 3 atau kalau kita bedakan berdasarkan tipe, sektor ritel strata ini mengalami koreksi atau berada di bawah rata-rata tingkat hunian ritel di Jakarta saat ini,” kata Syarifah.

Sementara itu, performa untuk sektor ritel grade A dan premium grade A relatif masih kuat. Ritel grade A dan premium grade A cenderung terus berinovasi dan beradaptasi dengan kondisi pasar yang berubah.

Pertumbuhan sektor makanan dan minuman (F&B), misalnya, cukup pesat dengan variasi segmen yang merata. Pelaku bisnis F&B tidak hanya fokus pada segmen premium, tetapi juga berinovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen di segmen grade B dan C.

Baca juga: Menperin Sebut Industri Ritel Sudah Pulih dari Pandemi

Menurut dia, meskipun volume belanja cenderung menurun, kebutuhan dasar seperti pangan dan sandang tetap menjadi pendorong utama aktivitas ritel. Namun, perubahan pola konsumsi masyarakat membuat pelaku bisnis harus lebih kreatif dalam menawarkan produk dan layanan.

“Jadi kami melihat bahwa kecepatan inovasi dari peritel ini cukup mampu mengimbangi pasar yang ada saat ini,” katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia tercatat 47,85 juta jiwa pada 2024, turun dibandingkan 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa.

18 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *