apakabar.co.id, JAKARTA – PT PLN (Persero) menargetkan pembangunan lebih dari 3.000 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) hingga akhir tahun 2024 ini.
Hal itu diungkapkan oleh Executive Vice President Divisi Pengembangan Produk Niaga PT PLN (Persero), Ririn Rachmawardini.
Ia menyebut, hingga saat ini, jumlah SPKLU yang tersebar di seluruh Indonesia telah mencapai 2.667 unit. Jumlah tersebut bertambah sembilan kali lipat sejak 2021 hingga 2023.
“Ini bisa dilihat di (aplikasi) PLN Mobile yang jumlahnya diperbaharui terus, dan target kami di akhir 2024 mungkin kita bisa mencapai di 3.000-an,” ucap Ririn dalam acara Media Roundtable PLN Connext di Jakarta, Selasa (10/12).
Sementara dari data internal, hingga Agustus 2024, PLN telah mengoperasikan total 1.582 unit SPKLU yang tersebar di 1.131 lokasi di seluruh Indonesia atau meningkat 157 persen dibandingkan semester I tahun lalu yang hany 616 unit.
Jumlah penggunaan listrik SPKLU juga mengalami pertumbuhan hingga semester I tahun 2024, ditandai dengan konsumsi listrik yang meningkat sebesar 229 persen menjadi lebih dari 2.438,8 megawatt hour (MWh) dari sebelumnya sebesar 741,8 MWh di semester I tahun 2023.
Selain SPKLU, tahun ini perusahaan plat merah ini juga menargetkan pembangunan 2.182 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), 9.956 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan 14.524 Home Charging untuk pengisian daya kendaraan listrik.
Sementara itu, pada tahun depan, PLN menargetkan penambahan 1.100 SPKLU menjadi total sekitar 4.300 unit hingga akhir 2025 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan ketersediaan SPKLU yang semakin luas, Ririn berharap dapat mengatasi kekhawatiran terbesar masyarakat Indonesia terhadap adopsi kendaraan listrik saat ini, yakni kehabisan baterai di tengah jalan.
“Berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga, keengganan atau kekhawatiran masyarakat dalam membeli kendaraan listrik itu paling awal adalah infrastruktur. Jadi diharapkan ini bisa menghilangkan kekhawatiran berkendara dengan kendaraan listrik,” tutur Ririn.
Saat disinggung mengenai perbandingan antara ketersediaan SPKLU dengan kendaraan listrik, Ririn mengungkap perusahaan juga menargetkan praktik dasar seperti di Eropa yang telah mencapai satu banding 17 hingga satu banding 20.
Ririn mengungkapkan bahwa ketersediaan SPKLU dibandingkan populasi EV di Indonesia, hingga saat ini baru mencapai satu banding dua puluh tiga.
“Diharapkan di 2025 kita bisa mengejar penyediaan SPKLU mencapai seperti praktik dasar di Eropa , yaitu kurang lebih 1 banding 17 dan 1 banding 20,” terang Ririn.
Lebih lanjut, untuk bisa mencapai target tersebut, menurut dia, diperlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk dapat mempercepat pertumbuhan SPKLU di Tanah Air.
“Kolaborasi ke semua pemangku kepentingan itu terus dilakukan, khususnya juga kami membantu bagaimana meyakinkan para investor untuk penyediaan SPKLU ini,” tukasnya.
Beragam kerja sama dengan swasta seperti Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) otomotif serta penyediaan program potongan harga untuk penanam modal SPKLU dilakukan untuk mendongkrak penyebaran SPKLU.
“Untuk mempercepat adopsi ini kita juga memberikan relaksasi kepada pengusaha berupa diskon 50 persen untuk biaya penyambungan mesin pengisian daya, kemudian kita juga koordinasi dan mengawal untuk tarif curah kepada penyedia charger ini,” kata dia.
“Jadi diharapkan hal ini bisa semakin mempercepat pertumbuhan penyediaan charger di Indonesia,” tutup Ririn.