apakabar.co.id, JAKARTA – Esok, sebulan sudah tragedi Muara Kate di Paser, Kalimantan Timur. Teka-teki siapa pembunuh tetua adat Russell, 60, belum juga terungkap.
Keluarga dari mendiang Russell terus berjuang mencari keadilan. Bahkan, sang anak Aslamiah memutuskan bersurat langsung ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit.
Lewat surat bertanggal 11 Desember 2024 itu, Aslamiah menceritakan kronologis pembunuhan yang menimpa ayahnya. Pagi buta itu 15 November, ayahnya, Russell tengah tertidur pulas di teras rumah ketua RT 06, Muara Kate.
Rumah berlantai dua di tepi jalan nasional penghubung Kalimantan Timur dengan Kalimantan Selatan ini sudah sebulan belakangan disulap warga menjadi posko dadakan. Posko ini berfungsi menghalau setiap angkutan batu bara yang nekat memasuki jalanan perbatasan Kalimantan Selatan.
Padahal Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 sudah mengatur bahwa angkutan tambang harus menggunakan jalan tersendiri atau hauling. Pada akhir Oktober 2024, lalu lalang truk merenggut nyawa seorang pendeta bernama Veronika. Ia tewas akibat sebuah truk batu bara terguling.
Tak hanya Veronika, seorang ustaz muda yang baru saja menikah juga tewas. Dari barang bukti yang tertinggal di lapangan, diduga kuat pelaku tabrak lari sang ustaz adalah truk batu bara. Akhir 2023, gelombang penolakan juga muncul dari warga se-Batu Kajang. Mereka bahkan nekat memblokade. Namun upaya itu sia-sia. Truk-truk batu bara yang memenuhi jalan nekat menerobos barikeade emak-emak itu.
Aslamiah bercerita. Malam itu ayahnya tertidur begitu pulas. Ada juga warga lainnya tertidur di dalam rumah kayu itu setelah selesai berjaga. Sedang sisa warga lainnya bergantian berjaga di posko.
Sekitar pukul 04.30 tiba-tiba Anson bangun. Ia lalu memberitahu ke warga bahwa Russell sudah tergeletak bersimbah darah. Ada lubang menganga di bagian lehernya. Tiga orang saksi di sana mengaku mendengar suara letusan seperti senjata api.
“Ada suara letusan namun tidak melihatnya,” kata Aslamiah.
Makanya sebelum meninggal, kata Aslimah, ayahnya itu sempat menyampaikan dirinya ditembak menggunakan senjata api yang ada peredamnya.
“Para pelaku memakai masker dan topi menggunakan sebuah mobil yang pelakunya lebih dari satu orang,” kata Russel seperti ditirukan Aslimah.
Pagi buta itu, kata Aslimah, Russell tidak langsung dibawa ke rumah sakit. Pertolongan baru datang sejam kemudian ketika tiba ambulans dan mobil pikap milik masyarakat Muara Langon.
Sampai di puskesmas yang berjarak 13 kilometer, kata dia, dr Vivi yang menangani menemukan luka sayatan di leher ayahnya. Berukuran 15×8 sentimeter. Dan, 8×15 cm di leher Anson. Luka keduanya dijahit.
Nahas, hanya Anson yang sampai kini masih bisa selamat.
Hingga surat ini dia buat, Aslimah sebagai anak masih merasakan kejanggalan-kejanggalan “Misalnya, mengapa hanya ayah saya saja yang dihilangkan nyawanya? Sebenarnya di tempat kejadian banyak orang,” jelasnya.
Aslimah juga mempertanyakan keseriusan Polres Paser, Polda Kaltim dalam menangani perkara ini.
“Kiranya saya memohon bantuan kepada bapak Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk membentuk tim khusus dalam menangani perkara ini agar pelaku secepatnya ditangkap,” kata Aslimah.
Benarkah terjadi penembakan? Kapolda Kaltim Irjen Pol Nanang Avianto sudah pernah membantah ini. “Penjelasan 2 dokter, luka akibat benda tajam dan tidak ada residu amunisi,” kata Nanang di hari kejadian, 15 November.
Bagaimana Kapolri Menyikapinya?
apakabar.co.id sudah berupaya mengonfirmasi Polda Kaltim mengenai adanya surat dari anak mendiang Russell ke kapolri. Namun tak ada respons.
Peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto memberi saran.
“Kalau kapolri konsisten dengan responsibilitas seperti jargon ‘Presisi’-nya, tentu akan segera mengirim tim untuk menyelesaikan kasus tersebut,” jelas Rukminto, dihubungi terpisah, Sabtu (14/12).
Tetapi, menurutnya, masyarakat tak bisa berekspetasi terlalu tinggi pada Kapolri Listyo Sigit. Sebab, dalam beberapa bulan terakhir kapolri menerima banyak kritik. Bukannya merespons, tetapi Sigit justru membiarkannya.
“Artinya masyarakat juga harus menempuh jalur lain, misalnya mengadukan pada presiden sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahah atau wapres yang juga sudah membuka kotak aduan,” jelas Rukminto.