1446
1446

Banjir Bekasi, Momentum Pentingnya Mitigasi Bencana

Situasi luapan Kali Bekasi menggenangi sejumlah kawasan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/2/2025). Foto: BNPB

apakabar.co.id, JAKARTA – Selasa, 4 Februari 2025, sekitar pukul 02.00 dini hari, peristiwa mengejutkan terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Saat jarum jam menunjuk angka 2, air sungai yang meluap membawa serta lumpur pekat berwarna cokelat, menghantam permukiman warga tanpa ampun.

Suasana yang biasanya tenang mendadak kacau. Bau tanah basah dan lumpur yang menyengat bercampur dengan suara arus deras Kali Bekasi yang mengalir dengan kencang, menghantam perkampungan di kawasan Pondok Mitra Lestari, Jatiasih.

Warga yang terjebak dalam bencana ini harus menghadapi kenyataan pahit, rumah mereka terendam air setinggi lebih dari 2 (dua) meter. Perabotan rumah tangga, kendaraan, hingga hewan ternak yang tak sempat diselamatkan hanyut terseret arus.

Di tengah kekacauan tersebut, sebagian warga memilih bertahan di atap rumah yang hampir tenggelam, menggigil dalam kedinginan sambil menunggu pertolongan.

Bahkan, seorang bocah berusia 9 tahun terjebak di atap rumah bersama orang tuanya, bertahan selama lebih dari 6 (enam) jam di tengah guyuran hujan deras. Di sekelilingnya, puing-puing dan sejumlah barang hanyut mengambang. Saat itu, tidak ada pilihan lain, selain bertahan di atap rumah, karena air semakin tinggi, memenuhi rumah hingga menyentuh plafon.

Peringatan dini 

Sebelum bencana terjadi, Pengurus Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) telah mengeluarkan peringatan dini pada malam sebelumnya, tepatnya pada pukul 23.00 WIB. Peringatan itu untuk memberitahu warga yang tinggal di bantaran Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi agar melakukan langkah kesiapsiagaan.

Peringatan tersebut menyebutkan bahwa tinggi muka air (TMA) Sungai Cileungsi telah mencapai 400 cm, yang berarti memasuki status siaga 1. Meningkatnya TMA ini berpotensi menyebabkan banjir yang meluas di wilayah sekitar.

Meskipun peringatan sudah dikeluarkan, banjir datang lebih cepat dan lebih dahsyat dari perkirakan. Pada pukul 00.02 WIB, sebuah kamera CCTV di pos pantau Cileungsi hilang terbawa arus. Insiden itu menandakan bahwa TMA Sungai Cileungsi sudah melampaui 500 cm, dan tak lama setelah itu, banjir mulai merendam beberapa wilayah di Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor.

Beberapa perumahan di Kota Bekasi, seperti Perumahan Jaka Kencana dan Perumahan Depnaker, terendam air hingga mencapai ketinggian lebih dari 3 meter. Banyak rumah yang terendam hingga hampir tenggelam, termasuk pusat perbelanjaan dan akses jalan utama kota lumpuh total.

Bendung Bekasi memperburuk situasi

Bendungan Bekasi di Jalan M. Hasibuan, Bekasi Selatan, juga menjadi titik kritis dalam peristiwa banjir ini. Bendungan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda itu memiliki kapasitas maksimal 1.000 meter kubik per detik. Namun, saat banjir terjadi, debit air yang mengalir melebihi kapasitasnya, yakni 1.100 meter kubik per detik.

Akibatnya, pintu air bendungan terpaksa dibuka untuk mengurangi tekanan, yang justru meningkatkan risiko banjir di wilayah hilir.

Selain itu, pompa air yang biasanya berfungsi untuk mengendalikan volume air tidak dioperasikan. Akibatnya, sistem pengendalian banjir tidak berfungsi dengan baik. Hal demikian semakin memperburuk kondisi di wilayah sekitar, mengingat kemampuan bendungan untuk menampung air sudah melebihi batas.

Laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi menunjukkan TMA Kali Bekasi mencapai puncaknya pada pukul 06.30 WIB dengan ketinggian 875 cm. Angka itu jauh melebihi batas maksimal 350 cm. Itu sebabnya, banjir kali ini sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah Kota Bekasi.

Meski bencana melanda dengan begitu cepat dan menghancurkan, upaya evakuasi dan pemberian bantuan terus dilakukan oleh pemerintah Kota Bekasi dan otoritas terkait. Tim evakuasi dikerahkan untuk menyelamatkan warga yang terjebak banjir, dan posko-posko pengungsian didirikan untuk menampung para korban yang kehilangan tempat tinggal.

Sayangnya, di tengah bantuan darurat yang berdatangan, kenyataan yang dihadapi warga adalah hancurnya rumah dan harta benda mereka. Di pengungsian, kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan harus segera dipenuhi.

Banjir besar ini menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya persiapan dalam menghadapi bencana. Meski peringatan dini telah dikeluarkan, sistem pengendalian banjir yang buruk, kapasitas bendungan yang terbatas, serta buruknya pengelolaan tata ruang membuat bencana ini sulit dihindari. Warga yang tinggal di bantaran sungai, seperti di kawasan Pondok Mitra Lestari, harus menerima kenyataan pahit bahwa hidup mereka hancur dalam sekejap.

Banjir di Kota Bekasi seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem mitigasi bencana di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang rawan banjir. Peningkatan infrastruktur, pengelolaan bendungan yang lebih baik, serta pengawasan terhadap pembangunan yang berbasis tata ruang yang lebih baik harus menjadi prioritas. Jika tidak ada langkah nyata yang diambil, bencana serupa, atau bahkan lebih buruk, hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang kembali.

173 kali dilihat, 173 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *