1446
1446

Kupatan Kendeng: Api Perlawanan dari Pegunungan yang Tak Pernah Padam

Masyarakat Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) kembali melaksanakan kegiatan kebudayaan rutin tahunan “Kupatan Kendeng”. Foto: JM-PPK

apakabar.co.id, JAKARTA – Masyarakat Pegunungan Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) kembali menggelar tradisi tahunan yang sarat makna: Kupatan Kendeng. Kegiatan budaya ini bukan sekadar seremonial.

Kupatan, yang berasal dari kata ngaku lepat atau mengaku salah, merupakan wujud permintaan maaf atas segala kesalahan manusia—baik kepada sesama maupun kepada alam. Kupatan juga menjadi bentuk janji dan tekad untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya di kawasan Pegunungan Kendeng.

Tahun ini, Kupatan Kendeng mengusung tema ‘Urip Urup Kanggo Bumi’ atau ‘Hidup Menyala untuk Bumi’. Tema ini menjadi refleksi atas situasi sosial dan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Masyarakat sipil, termasuk warga Kendeng, terus dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan lingkungan. Sejumlah revisi undang-undang seperti UU Minerba, Omnibus Law, hingga revisi UU KPK dan UU TNI dibahas dan disahkan secara tergesa tanpa partisipasi publik yang bermakna.

Ketika rakyat bersuara menolak, mereka kerap dihadapi dengan tindakan represif seperti intimidasi, kekerasan, hingga kriminalisasi.

Urip Urup adalah seruan agar semangat perjuangan tetap menyala, walaupun demokrasi tengah redup. Masyarakat diajak untuk saling terhubung dan memperkuat solidaritas, sebab mereka berada dalam nasib yang sama: memperjuangkan hak atas tanah, air, dan lingkungan hidup yang sehat.

Kupatan tahun ini terasa lebih istimewa karena dihadiri oleh perwakilan masyarakat dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Wonogiri, Rembang, Pati, dan Blora. Hadir pula jaringan pendamping dan aktivis seperti LBH Semarang, YLBHI, JATAM, Trend Asia, serta seniman dan pegiat sosial seperti Taring Padi dan Dandhy Laksono.

Dalam forum yang disebut rembuk kampung, mereka saling berbagi cerita perjuangan dan saling menguatkan.

Dari Wonogiri, masyarakat sedang berjuang melawan rencana tambang dan pabrik semen yang mengancam kawasan karst Gunungsewu. Melalui organisasi yang kuat dan organik, mereka belajar dari pengalaman Kendeng yang sudah lebih dahulu menolak kerusakan lingkungan akibat pertambangan.

Sementara itu, di Rembang dan kawasan Kendeng lainnya, aktivitas tambang terus meluas. Pemerintah daerah bahkan dianggap turut andil dalam kerusakan ini. Perubahan tata ruang yang mempermudah eksploitasi, serta diterbitkannya peraturan daerah (Perda) yang menarik retribusi dari tambang legal maupun ilegal, menunjukkan watak yang rakus terhadap sumber daya alam.

Secara nasional, kebijakan yang mengancam lingkungan juga terus berlanjut. Program strategis nasional (PSN), proyek food estate, hingga revisi UU yang memperkuat kekuasaan aparat, menunjukkan bahwa pemerintah selalu menghalau protes masyarakat dengan kekuatan penuh. Padahal, produksi semen di Indonesia sudah melebihi kebutuhan.

Hingga awal 2024, produksi semen sudah overkapasitas, namun pemerintah belum juga menerbitkan kebijakan moratorium tambang dan pabrik semen yang dijanjikan.

Jika moratorium benar-benar dijalankan, dampak positifnya akan besar, terutama bagi ketahanan pangan. Jawa Tengah sebagai salah satu lumbung pangan nasional, akan lebih mampu menjaga stabilitas produksi jika lahannya tidak dikorbankan untuk tambang.

Kupatan Kendeng bukan hanya soal budaya, tapi menjadi simbol perlawanan. Lewat tema Urip Urup Kanggo Bumi, masyarakat Kendeng mengingatkan bahwa perjuangan menjaga Bumi tak bisa dilakukan sendirian. Diperlukan semangat kolektif, solidaritas lintas daerah, dan nyala obor yang tak pernah padam.

Karena Bumi butuh lebih dari sekadar janji. Ia butuh penjaga. Dan masyarakat Kendeng, seperti tahun-tahun sebelumnya, telah memilih menjadi penjaga itu.

596 kali dilihat, 598 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *