apakabar.co.id, JAKARTA – Ekonom Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat Syafruddin Karimi menilai kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menciptakan kekacauan yang disengaja.
Kondisi tersebut membuat membuat perhatian global tersita oleh turbulensi ekonomi. Sehingga dunia tidak fokus pada penderitaan seperti yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina.
“Kebijakan tarif Trump bukan sekadar soal neraca perdagangan, melainkan mencerminkan arsitektur kekuasaan global yang memungkinkan kekejaman tetap berlangsung selama angka ekonomi terlihat ‘stabil’,” katanya di Padang seperti dilansir Antara, Senin (14/4).
Baca juga: Tarif Ekstra Tinggi dalam Pikiran Trump
Syafrudin mengatakan kebijakan ekonomi dalam bentuk tarif bukanlah alat netral sebab digunakan tidak hanya untuk melindungi ekonomi domestik, tetapi juga untuk mengatur ulang narasi global, mengalihkan perhatian dari kejahatan kemanusiaan dan melindungi kepentingan geopolitik tertentu.
Lebih jauh, dunia saat ini berada di persimpangan sejarah dimana satu sisi stabilitas ekonomi menjadi kebutuhan mutlak dan di sisi lain terdapat suara-suara kemanusiaan tengah tenggelam di bawah beban diplomasi dan ketakutan.
Kebijakan tarif Trump dan kebungkaman terhadap Gaza, kata dia, adalah dua wajah dari kekuatan yang sama yakni kekuasaan yang menekan lewat ekonomi dan membungkam lewat ketakutan.
Selama dua tahun terakhir semakin sedikit negara yang secara terbuka mengecam kekerasan sistemik di Gaza dan salah satu alasannya ialah ketakutan terhadap pembalasan ekonomi dari negara-negara besar terutama Amerika Serikat.
Baca juga: Efek Tarif Trump, DEN: RI Perlu Juga Negosiasi dengan China
Ia menilai ketika hubungan dagang menjadi senjata diplomatik, maka solidaritas kemanusiaan pun dijadikan sandera. Terbukti dengan negara-negara yang menggantungkan diri pada ekspor ke Amerika atau menerima bantuan militer dan keuangan lebih cenderung memilih diam.
“Inilah wajah ekonomi global hari ini yakni efisien, tapi membungkam,” kata Guru Besar Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unand tersebut.
Menurutnya, Indonesia dan dunia harus sadar bahwa menolak tarif sepihak dan berdiri bersama Gaza bukanlah dua agenda terpisah, melainkan satu perjuangan yang sama untuk menjaga integritas dunia yang manusiawi.
“Sudah saatnya melihat ekonomi bukan hanya soal angka, tetapi sebagai ruang moral,” tegasnya.