apakabar.co.id, JAKARTA – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) berharap pemerintah berkomitmen mengawal kemajuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebagai upaya mendorong kemandirian industri.
Gapensi mengusulkan agar pelaku industri lokal agar mampu bersaing secara kualitas dan harga, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi bagi produsen dalam negeri, dan mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan agar tidak hanya formalitas.
“Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal produk TKDN dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata Sekjen Gapensi La Ode Safiul Akbar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/4).
Baca juga: Respons Relaksasi TKDN, Apindo Usul Insentif Penggunaan Produk
Baca juga: Kementerian PU-Kemenperin Bahas Relaksasi TKDN
Gapensi menilai jika kebijakan relaksasi aturan TKDN, khususnya produk besi, baja, dan pipa untuk infrastruktur akan membuat Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi negara luar dan berpotensi mematikan industri di dalam negeri.
Kebijakan pelonggaran TKDN disinyalir sebagai respons langkah Amerika Serikat (AS) yang memberikan tarif resiprokal impor atas produk dari Indonesia 32 persen.
Pemerintah AS meminta Indonesia untuk menyesuaikan aturan TKDN. Permintaan tersebut merupakan bagian dari negosiasi, seiring dengan masuknya Indonesia dalam daftar negara yang dikerek biaya tarifnya oleh AS.
La Ode menilai jika kebijakan relaksasi TKDN tersebut tetap dipaksakan untuk dijalankan, dikhawatirkan akan menjadikan Indonesia hanya sebagai negara konsumen.
“Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar-besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya,” katanya.
Baca juga: Penjelasan KSPSI Soal Relaksasi TKDN: Bukan Barang Konsumsi
Baca juga: Penuhi Syarat TKDN, iPhone 16 Siap Beredar di Indonesia
La Ode mengharapkan TKDN tidak dihapuskan karena kebijakan tersebut juga bisa berpotensi membuat Indonesia kehilangan daya saing di pasar global.
Pemerintah, kata La Ode, perlu berhati-hati, pasalnya kebijakan penghapusan TKDN bisa menyebabkan industri dalam negeri akan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
“Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang-barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri,” kata La Ode.
Saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan, yakni 25 persen, dengan syarat bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40 persen.
Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).