News  

Sopir Truk Siapkan Aksi Damai usai Hauling di Jalan Nasional Kaltim Disetop Warga  

Sebuah truk tengah dimasukan batubara di wilayah pertambangan batubara Kalimantan Timur. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Sekitar 800 sopir truk batu bara dan 150 unit truk akan memadati Simpang Tokare, Batu Kajang, Paser, Selasa (10/6). Mereka berencana menggelar aksi damai, menuntut penghentian penyetopan truk hauling oleh warga.

Bagi mereka, jalan negara adalah nadi pencaharian. Tapi bagi warga, jalan itu adalah ruang hidup yang terancam.

Dalam surat pemberitahuan aksi yang ditandatangani Siswoyo dan Dapit Susilo selaku koordinator, disebutkan bahwa penyampaian aspirasi digelar sebagai respons atas penyetopan truk oleh warga, terutama emak-emak, di Batu Kajang. Aksi warga dinilai berdampak juga pada penghasilan pelaku usaha di sekitar jalur angkutan batu bara.

“Sehubungan dengan aksi penyetopan hauling yang dilakukan oleh ibu-ibu yang mengatasnamakan masyarakat di Batu Kajang sehingga berdampak pada perekonomian para sopir truk PS (roda 6) lokal beserta keluarganya serta para pedagang, toko sparepart, bengkel,” tulis mereka dalam surat tertanggal 7 Juni 2025, dikutip Sabtu (7/6).

Disebutkan, aksi damai itu akan diikuti sekitar 800 orang dan 150 truk hauling. Para peserta akan membawa pengeras suara, bendera, poster, dan spanduk. Mereka menuntut solusi atas dampak penyetopan hauling oleh warga agar tidak berkepanjangan.

Kapolsek Batu Sopang, Iptu Kohar, membenarkan adanya rencana aksi tersebut. “Saya arahkan untuk ke Polres pemberitahuan kegiatannya, soalnya ini melibatkan orang banyak [800 orang],” katanya.

Namun publik bertanya, bukankah sopir-sopir ini justru bagian dari praktik hauling ilegal yang selama ini menyusup di jalan nasional? “Iya, nanti kita lihat saja tuntutannya selanjutnya apa,” jawabnya singkat.

Penggunaan jalan umum untuk hauling batu bara melanggar Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 dan UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Soal penindakan hukum tak pernah berjalan, ia menjelaskan bahwa fokus utama mereka adalah menjaga stabilitas.

“Kami di tingkat polsek satuan paling bawah menciptakan Harkamtibmas,” kata Kohar.

Media ini sudah menghubungi Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yulianto. Tak ada respons.

Kapolres Paser, AKBP Novy Adhiwibowo hanya merespons singkat Ia juga tak memberikan jawaban mengenai penindakan aktivitas hauling di jalan negara.

“Aspirasi masyarakat boleh. Anggota Polri bertugas untuk melaksanakan pengamanan untuk menciptakan rasa aman dan tertib di Paser,” jelas Novy.

Konflik yang Terus Membara

Ketegangan antara warga Paser, terutama di Batu Kajang dan Muara Kate, dengan aktivitas hauling tambang bukan cerita baru.

Sejak 2023, truk-truk tambang melintas bebas di jalan umum, bercampur lalu lintas warga. Jalan rusak parah, penuh lubang setinggi lutut, dan rawan kecelakaan, terutama saat hujan.

Puncaknya terjadi ketika warga Batu Kajang, kebanyakan emak-emak, memblokade jalan dengan kursi plastik. Tapi truk-truk batu bara tetap nekat menerobos barikade.

1 Mei 2024, seorang ustaz muda bernama Teddy tewas di Songka, diduga tertabrak truk. Oktober berikutnya, Pendeta Veronika juga meninggal setelah truk gagal menanjak di Marangit.

Aksi ini memantik inisiatif warga di kawasan perbatasan Kaltim-Kalsel, Muara Kate dan membuat posko penjagaan. Nahas, pada 15 November 2024, posko itu diserang orang tak dikenal saat subuh. Russell (6) tewas, Anson kritis.

Warga pun memuncak. Tiga hari aksi damai digelar di depan Kantor Gubernur Kaltim dan DPRD Kalsel, menuntut penghentian aktivitas hauling yang dinilai ilegal dan mematikan.

“Selain menggunakan jalan negara, perusahaan ini juga diduga mengintimidasi warga lewat vendor-vendornya,” kata Irvan Ghazi dari Lembaga Bantuan Hukum Samarinda.

Kompolnas dan Komnas HAM sempat turun tangan. Kapolda juga sudah berganti. Tapi hingga kini, pelaku penyerangan yang menewaskan Russell belum tertangkap. Truk batu bara masih lalu-lalang, kucing-kucingan dengan warga.

“Kasus Muara Kate jadi atensi serius, dan saya menjamin penyidikan berjalan seprofesional mungkin,” kata Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro kepada media ini, belum lama tadi.

Trauma Tak Usai

Terbaru, 2 Juni 2025, warga kembali menjaring 50 truk batu bara berpelat Kalimantan Selatan yang melintas di jalan negara di Muara Kate, perbatasan Kaltim–Kalsel.

Warga bersandar pada Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012 dan UU Minerba No. 3 Tahun 2020 sebagai dasar pelarangan hauling di jalan umum.

“Aksi penjagaan warga ini bukan tanpa risiko. Warga masih dibayangi trauma peristiwa berdarah yang menyebabkan gugurnya Russell (6) pada November 2024,” ujar Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari, Kamis (5/6).

Mareta menilai janji Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji untuk melindungi masyarakat hanya omong kosong.

“Janji manis yang disampaikan, tidak lebih dari janji pol, bukti nol,” ucapnya tajam.

JATAM juga menyoroti tumpulnya aparat terhadap tambang ilegal. “Sampai hari ini, belum ada tindakan dari Polres Paser untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal di Batu Kajang dan Muara Kate. Aparat justru abai terhadap perlindungan warga yang mempertahankan ruang hidup mereka.”

Menurut JATAM, aktivitas ini juga berpotensi melanggar Pasal 158 dan 161 UU Minerba. Pasal 158 mengatur pidana 5 tahun dan denda Rp100 miliar untuk penambangan tanpa izin. Pasal 161 menghukum pihak yang mengangkut atau menampung batu bara dari tambang ilegal.

Dengan pengakuan sopir dan lokasi muatan berasal dari tambang nonaktif, JATAM mendesak aparat segera menyelidiki mata rantai distribusi tambang ilegal.

Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengaku terkejut. “Nekat juga ya mereka. Saya sudah sampaikan ke Pak Kapolda untuk bisa ditindaklanjuti segera,” katanya, 4 Juni 2024. Namun Seno sampai hari ini tak lagi merespons pertanyaan lanjutan dari media ini.

 

6 kali dilihat, 6 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *