News  

DPR Terima 196 Masukan dari Peradi soal RUU KUHAP

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Foto: Gerindra

apakabar.co.id, JAKARTA – Komisi III DPR RI menerima 196 masukan dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) terkait Rancangan ‎Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya akan terus menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) meski saat ini DPR RI masih dalam masa reses dalam rangka meaningful participation dari semua pihak.

“RDPU khusus di masa reses ini perlu kami gelar karena besarnya atensi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya jadi walaupun reses, ini teman-teman dari berbagai daerah hadir, (RDPU) tidak menyalahi aturan juga karena kami sudah minta izin ke pimpinan DPR,” kata Habiburokhman dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Kamis (19/6).

Baca juga: DPR Sepakat Impunitas Advokat Masuk RUU KUHAP

Dia juga mengatakan Komisi III DPR RI senantiasa membuka ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan dan aspirasinya soal RUU KUHAP tersebut.

“Rencananya RDPU ini akan ada terus dan apabila ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya, kami terbuka terus sampai dengan nanti pembahasan,” ujarnya.

Dari total 196 masukan untuk RUU KUHAP tersebut, DPN Peradi kemudian membacakan 18 poin penting, sedangkan masukan lainnya disampaikan secara tertulis.

“Sesuai dengan permohonan kita terkait dengan usulan-usulan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” kata Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono.

Baca juga: Revisi KUHAP Dinilai Bahaya, Mahasiswa dan Pakar Hukum UNS Angkat Suara

Advokat senior itu mengatakan, dari 18 poin tersebut, ada ‎4 poin yang sangat krusial. Pertama, tentang penyadapan. Ini suatu hal yang sangat eksesif melewati batas untuk konteks hukum acara pidana yang umum.

“Bahwa kemudian ada undang-undang lain yang mengatur soal itu, itu silakan saja, tapi jangan tempatkan itu di KUHAP,” ujarnya.

Kedua, hak advokat, di antaranya berbicara dengan kliennya, baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana kapan pun dan tanpa didengar oleh siapa pun.

“‎Aturan lama yang sekarang berlaku, ini dapat didengar oleh para penyidik atau petugas-petugas,” ujarnya.

Baca juga: Revisi UU Kejaksaan Tak Akan Buat Jaksa Kebal Hukum, Ini Penjelasannya

Ketiga, penyidik wajib memberikan turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi maupun tersangka usai menjalani pemeriksaan. ‎Selama ini, hanya tersangka yang berhak mendapatkan turunan BAP.

‎“Kalau tidak bisa, tidak ada aturannya, maka kami (advokat) tidak bisa meminta kepada mereka berdasarkan surat kuasa yang kita punya,” kata Dwi.

Terakhir atau keempat, ‎penghentian penyelidikan masuk dalam objek praperadilan atau bisa dipraperadilankan. Masukan itu disampaikan karena banyaknya dokumen yang diterbitkan oleh penyelidik mengenai surat perintah penghentian penyelidikan.

Adapun RUU KUHAP menjadi RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional DPR RI Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI. Dalam masa reses ini, Komisi III DPR menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari advokat, mahasiswa, akademisi, hingga lembaga resmi lainnya.

5 kali dilihat, 5 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *