News  

JPPI Kritik RAPBN 2026: Anggaran Pendidikan Menabrak Konstitusi

Presiden Prabowo menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI di Gedung Nusantara, Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025. Foto: BPMI Setpres

apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 beserta Nota Keuangannya.

Menurut JPPI, alokasi anggaran pada sektor pendidikan justru menyalahi amanat konstitusi. Hal ini terlihat dari keputusan pemerintah yang mengalihkan hampir separuh anggaran pendidikan, yakni sebesar 44,2 persen, untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Program tersebut, meski diklaim penting, tidak tercantum dalam amanat konstitusi. Sebaliknya, kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan tanpa biaya justru terabaikan. JPPI menilai keputusan ini berpotensi melemahkan pemenuhan hak dasar masyarakat dalam bidang pendidikan.

Dalam catatan JPPI, Presiden RI secara terang-terangan mengabaikan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewajiban negara untuk mewujudkan sekolah tanpa biaya. Perintah tersebut sudah ditegaskan sebanyak dua kali melalui putusan perkara nomor 3/PUU-XXII/2024 (27 Mei 2025) dan perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 (15 Agustus 2025).

Putusan itu seharusnya menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk segera menjalankan kewajibannya. Namun yang terjadi justru sebaliknya: pemerintah lebih memprioritaskan program MBG yang tidak memiliki dasar konstitusional.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan, “Tidak ada perintah makan gratis dalam konstitusi kita. Tapi mengapa MBG ini sangat diprioritaskan, bahkan besaran dananya naik berlipat-lipat? Pasal 31 UUD 1945 jelas mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.”

“Konstitusi menekankan pembiayaan untuk pendidikan, bukan untuk makan gratis,” ia menambahkan.

Selain soal MBG, JPPI juga menyoroti keberadaan anggaran untuk sekolah kedinasan yang kembali dimasukkan dalam pos pendidikan pada RAPBN 2026. Padahal, menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49, alokasi anggaran pendidikan wajib diprioritaskan untuk pendidikan dasar hingga menengah.

Sekolah kedinasan yang berada di bawah kementerian atau lembaga non-kementerian seharusnya dibiayai dari pos anggaran masing-masing, bukan dari jatah 20 persen anggaran pendidikan nasional. Dengan cara seperti ini, menurut JPPI, pemerintah semakin menjauh dari kewajiban konstitusional yang sebenarnya.

Atas itu, JPPI menilai kebijakan yang dipilih sebagai langkah ‘ngawur’ dan mendesak Presiden untuk segera melakukan revisi terhadap RAPBN 2026. Pemerintah diharapkan menempatkan prioritas sesuai amanat konstitusi, yaitu penyediaan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia, terutama di tingkat dasar, baik negeri maupun swasta.

Menurut JPPI, pemerintah perlu membedakan antara kewajiban konstitusional dengan janji politik. “Pendidikan tanpa biaya adalah mandat konstitusi yang wajib ditunaikan terlebih dahulu, sedangkan program-program tambahan seperti MBG bisa dipertimbangkan kemudian,” terang Ubaid.

Kritik JPPI menjadi pengingat penting bagi pemerintah agar tidak salah arah dalam menetapkan kebijakan. Pendidikan merupakan hak dasar dan fondasi pembangunan bangsa.

Mengabaikannya demi kepentingan program lain yang tidak diamanatkan konstitusi berisiko merugikan generasi penerus. “Saatnya pemerintah kembali pada jalur konstitusi: menjamin akses pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

1,255 kali dilihat, 1,256 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *