Prabowo Anugerahi Haji Isam Bintang Mahaputera, Upaya Meredam Dominasi 9 Naga? -

Prabowo Anugerahi Haji Isam Bintang Mahaputera, Upaya Meredam Dominasi 9 Naga?

Kalau dulu indikator penghargaan lebih kepada peran dalam perjuangan kemerdekaan atau kontribusi politik, sekarang juga menilai kontribusi ekonomi.

Andi Syamsudin Arsyad atau yang akrab dikenal sebagai Haji Isam, bersama istri usai menerima Bintang Mahaputera dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8). Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto baru saja menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Mahaputera kepada 117 tokoh nasional pada 2025.

Dari sekian nama, yang paling menyita perhatian publik adalah pengusaha asal Batulicin, Kalimantan Selatan, Andi Syamsudin Arsyad atau yang akrab dikenal sebagai Haji Isam.

Pemberian tanda jasa kepada bos besar PT Jhonlin Group ini memunculkan pro-kontra. Sebagian menilai layak, sebagian lagi mempertanyakan apakah penghargaan negara tersebut hanya sebatas patronase politik.

“Kalau saya baca, dari biografi singkatnya, Haji Isam memulai dari bisnis kecil hingga berkembang menjadi besar. Jhonlin Group yang didirikannya awalnya hanya bergerak di batu bara, tetapi sekarang sudah melebarkan sayap ke pertanian, perkebunan, hingga infrastruktur,” ucap pengamat politik Universitas Mulawarman, Saiful.

Ia juga menjelaskan bahwa Bintang Mahaputera merupakan salah satu penghargaan tertinggi negara, diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009.

Tiga kriteria utama penerimanya adalah: jasa luar biasa bagi bangsa, pengabdian di berbagai bidang, serta pengakuan luas di tingkat nasional maupun internasional.

Pemberian penghargaan ini bukan hanya terjadi di masa Presiden Prabowo, tetapi juga sudah dilakukan sejak era presiden sebelumnya, termasuk Presiden Jokowi.

“Penghargaan itu memang rutin diberikan kepada tokoh yang dianggap berjasa di bidang tertentu,” jelas Saiful.

Meski demikian, Saiful menilai munculnya nama-nama penerima menimbulkan perdebatan di masyarakat. Pertanyaan publik muncul, apakah prestasi dan kontribusi para penerima sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan undang-undang.

Ini, kata dia, menunjukkan adanya pergeseran indikator penilaian. Maksudnya, kalau dulu indikator penghargaan lebih kepada peran dalam perjuangan kemerdekaan atau kontribusi politik, sekarang juga menilai kontribusi ekonomi.

“Tokoh seperti Haji Isam menarik karena dari orang kecil kemudian bisa menjadi pengusaha besar dengan bisnis yang berstandar nasional bahkan internasional,” katanya.

Menurut Saiful, kontribusi Haji Isam melalui penciptaan lapangan kerja, dukungan pada pertanian dan perkebunan, hingga pengembangan infrastruktur, membuatnya memenuhi kriteria penerima Bintang Mahaputera.

“Kalau kita lihat, kontribusinya nyata. Dari sisi penyerapan lapangan kerja, dorongan di bidang pertanian, perkebunan, dan lainnya, itu sudah terpenuhi kriterianya. Walaupun ada pro dan kontra di masyarakat, saya melihat ini fenomena menarik,” tegasnya.

Ia menambahkan pemberian penghargaan ini juga berkaitan dengan janji kampanye Presiden Prabowo. Misalnya, dalam hal peningkatan sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dan pengurangan angka pengangguran.

Nama Haji Isam menjadi sorotan karena ia dikenal luas di Kalimantan melalui gurita bisnisnya, terutama lewat PT Jhonlin Group. Dari usaha kecil, ia berkembang menjadi salah satu pengusaha tambang paling berpengaruh di daerah.

“Menurut saya, penilaian ini ada faktor objektif dan subjektif. Tetapi jika dilihat dari bukti kontribusi, tokoh seperti Haji Isam layak mendapat penghargaan. Dari zero to hero, dari bukan siapa-siapa menjadi tokoh besar. Itu menunjukkan pemenuhan kriteria Bintang Mahaputera dari perspektif yang luas,” pungkasnya.

Maka, lebih relevan, menurutnya, penghargaan ini diberikan ke Isam yang membangun usaha dari nol ketimbang kepada para menteri atau politisi yang baru 10 bulan bekerja.

“Justru bisa lebih objektif dibanding penghargaan untuk anggota kabinet atau pengurus partai yang kinerjanya belum teruji. Penghargaan ini bisa memberi motivasi, alih-alih sekadar jeruk makan jeruk,” ujar Saipul.

Namun, kritik lain muncul. Apakah penghargaan ini bukan bentuk patronase politik? Pasalnya, kelompok konglomerat besar yang kerap dijuluki Sembilan Naga, penguasa sektor pangan, energi, properti hingga perbankan, tak pernah mendapat tanda jasa serupa.

Versi Fortune Indonesia menyebut sembilan nama yang kerap dikaitkan dengan label ini, seperti Robert Budi Hartono, Anthony Salim, Dato Sri Tahir, James Riady, Edwin Soeryadjaya, Rusdi Kirana, Sofjan Wanandi, Jacob Soetoyo, dan Tommy Winata. Mereka dianggap memiliki kuasa besar atas denyut ekonomi Indonesia sejak era Orde Baru.

“Ini momentum untuk memunculkan tokoh lokal yang bisa bersaing dengan kelompok 9 naga. Dominasi mereka sudah berlangsung lama, dari Orde Baru sampai sekarang. Kehadiran H Isam bisa dilihat sebagai upaya meredam pengaruh itu, meskipun tentu tetap ada sisi pro-kontra di masyarakat,” tutur Saipul.

 

24 kali dilihat, 24 kunjungan hari ini
Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *