Menpora Erick Thohir Cabut Permenpora 14/2024, 191 Aturan Disederhanakan
Sport  

Menpora Erick Thohir Cabut Permenpora 14/2024, 191 Aturan Disederhanakan

Menpora Erick Thohir (tengah) saat memberikan keterangan mengenai Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 yang akan dicabut di Media Center Kemenpora, Jakarta, Selasa (23/9). Foto: istimewa

apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Erick Thohir, mengambil langkah besar dalam reformasi tata kelola olahraga nasional. Ia memastikan Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Lingkup Olahraga Prestasi dicabut.

Keputusan ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, yang mengamanatkan pengembangan organisasi olahraga berstandar internasional.

Erick menegaskan bahwa 191 Peraturan Menteri yang ada sejak 2009 akan dipangkas menjadi di bawah 20 aturan saja.

Langkah penyederhanaan ini, kata Erick, penting untuk memastikan regulasi olahraga nasional lebih sederhana, tidak tumpang tindih, sekaligus selaras dengan standar hukum internasional.

“Kalau 30 tahun kerja saja tidak hafal semua aturan, apalagi saya. Artinya sistemnya sudah terlalu rumit. Kita sederhanakan agar lebih mudah dipahami dan dijalankan semua stakeholder,” ujarnya.

Erick menekankan, reformasi ini bukan hanya berlaku di internal Kemenpora. Ia berharap seluruh cabang olahraga (cabor), KONI, hingga KOI juga berani melakukan introspeksi diri. Dualisme kepengurusan di beberapa federasi, seperti anggar, tenis meja, hingga sepak takraw, dinilai merugikan atlet yang seharusnya menjadi prioritas utama.

“Jangan lagi saling tunjuk siapa yang terbaik. Kalau Kemenpora sudah berintrospeksi, KONI, KOI, dan semua cabor juga harus berani berubah. Atlet jangan jadi korban kebijakan yang tumpang tindih,” tegas Erick.

Terkait penyelesaian dualisme organisasi olahraga, Erick menegaskan musyawarah mufakat harus menjadi jalan utama, tanpa mengabaikan dasar hukum. Ia mengingatkan, kepemimpinan dalam organisasi olahraga tidak boleh berlangsung seumur hidup.

“Kekuasaan itu amanah, bukan alat untuk menekan atau menguntungkan segelintir pihak. Kalau ada ketua umum seumur hidup, itu jauh dari nilai sportifitas,” ujarnya.

Erick menutup pernyataannya dengan harapan agar transformasi total olahraga nasional bisa benar-benar terwujud.

“Kita tinggalkan ego sektoral. Yang utama itu atlet dan prestasi. Regulasi harus jadi pegangan, tapi komunikasi dan musyawarah tetap diutamakan. Inilah jalan menuju olahraga Indonesia yang lebih berpres tasi,” tutup Erick.

10 kali dilihat, 10 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *