apakabar.co.id, JAKARTA – Demokrat begitu kecewa dengan putusan MK. Sebelumnya gugatan dugaan penggelembungan suara di Kalsel dimentalkan mahkamah.
“Putusan ini di luar nalar,” jelas kuasa hukum Demokrat, Raziv Barokah kepada apakabar.co.id, Senin (10/6).
Kata Raziv, bukti-bukti yang mereka ajukan di persidangan lebih dari cukup. Seperti halnya bukti manipulasi penggelembungan suara. Namun sayang tak dipertimbangkan oleh hakim.
“Putusan ini menjadi preseden buruk yang menyebabkan kemunduran demokrasi di Kalimantan Selatan,” jelasnya.
Pihaknya tetap yakin telah terjadi penggelembungan suara. Apalagi berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang mereka kumpulkan. Ada sedikitnya 8 ribu dugaan suara siluman di lima kecamatan di Banjar. Semuanya diduga mengalir ke Caleg PAN.
Belakangan itulah yang membuat caleg jagoan Demokrat, Rizki Niraz gagal ke Senayan. Sempat unggul di awal penghitungan, perolehan suara Niraz disalip caleg dari PAN di detik-detik terakhir.
Sebelumnya, gugatan Demokrat resmi rontok di MK. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap hakim Suhartoyo pada pembacaan hasil putusan, Senin pagi (10/6).
Partai Demokrat dimotori oleh Denny Indrayana mendalilkan PAN seharusnya memperoleh hanya 88.536 suara. Sedangkan Partai Demokrat memperoleh 89.979 suara. Sementara versi KPU, PAN mendapat 94.602 suara.
Hakim memiliki penilaian tersendiri. “Permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” jelas hakim.
Sederet pokok pertimbangan, di antaranya; pemohon dinilai tak menghadirkan saksi untuk pembuktian lanjutan, putusan koreksi Bawaslu tidak akan memengaruhi hasil akhir suara.
Selanjutnya, juga tidak ditemukan bukti Demokrat laporan ke Bawaslu ihwal dugaan penggelembungan suara. Lalu tak adanya keberatan dari para saksi partai politik saat rekapitulasi di tingkat kecamatan. Termasuk oleh pemohon sendiri.
“Menolak eksepsi pihak terkait berkenaan dengan kewenangan mahkamah, tenggat waktu pengajuan permohonan, kedudukan hukum pemohon, dan permohonan kabur,” demikian bunyi amar putusan.