Banner Iklan
Ekbis  

BPS: Inflasi Tahunan Januari 2025 Sebesar 0,76 Persen

Tangkapan layar - Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Januari 2025 mencapai 0,76 persen (year-on-year/yoy). Ini menunjukkan terjadinya peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2025 dibandingkan Januari 2024.

“Terjadi peningkatan IHK dari 105,19 pada Januari 2024 menjadi 105,99 di Januari 2025,” ujar Amalia Adininggar Widyasanti, Plt Kepala BPS  saat konferensi pers di Jakarta, Senin (2/1).

Inflasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Selain itu, terdapat beberapa kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yang turut mempengaruhi pergerakan inflasi secara keseluruhan.

“Untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau, laju inflasi sebesar 3,69 persen dan memberikan andil sebesar 1,07 persen,” katanya.

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi dengan beberapa komoditas yang berkontribusi besar di antaranya: minyak goreng dengan andil sebesar 0,14 persen, sigaret keretek mesin sebesar 0,12 persen dan cabai rawit, kopi bubuk, beras memberikan andil cukup besar terhadap inflasi.

Selain kelompok makanan, emas perhiasan juga memberikan andil inflasi cukup besar, yaitu sebesar 0,36 persen. Harga emas sering kali dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan permintaan domestik.

Meskipun terdapat tekanan inflasi dari kelompok makanan dan emas perhiasan, beberapa sektor mengalami deflasi, terutama kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mengalami deflasi terdalam dengan andil deflasi 1,39 persen.

“Penyebab utama deflasi dalam kelompok ini adalah penurunan tarif listrik pada Januari 2025,” ujarnya.

Berikutnya, komponen harga diatur pemerintah (Administered Price). Komponen harga yang diatur pemerintah mencatat deflasi tahunan sebesar 6,41 persen, dengan andil deflasi sebesar 1,26 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor dominan dalam komponen ini.

Secara komponen, inflasi terjadi pada hampir semua komponen kecuali komponen harga diatur pemerintah. Khusus inflasi inti (Core Inflation) mengalami peningkatan sebesar 2,36 persen dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 1,51 persen.

Beberapa komoditas dominan dalam inflasi inti meliputi emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, nasi dengan lauk

Sementara inflasi harga bergejolak (Volatile Food) mencatat inflasi sebesar 3,07 persen dengan andil inflasi sebesar 0,51 persen. Komoditas yang paling berkontribusi dalam kelompok ini antara lain: cabai rawit, beras, ikan segar, telur ayam ras, daging ayam ras.

Lalu deflasi pada komponen harga diatur pemerintah tercatat tingkat deflasi tahunan mencapai 6,41 persen. Penurunan harga dalam komponen ini terutama disebabkan oleh penurunan tarif listrik.

Sementara itu, inflasi berdasarkan sebaran wilayah, terdapat 30 provinsi yang mengalami inflasi, sementara 8 provinsi lainnya mengalami deflasi.

Provinsi dengan inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan dengan inflasi sebesar 4,55 persen. Adapun provinsi dengan deflasi terdalam dialami Gorontalo dengan deflasi mencapai 1,52 persen.

Dari analisis berdasarkan komponen inflasi, terlihat bahwa inflasi inti dan inflasi harga bergejolak mengalami peningkatan, sementara komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi.

Ke depannya, pengawasan terhadap harga pangan dan faktor eksternal seperti harga komoditas global akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas inflasi di Indonesia.

503 kali dilihat, 503 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *