apakabar.co.id, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengatakan penguatan daya saing industri nasional perlu menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan publik.
“Namun di sisi tantangan, masih adanya ketergantungan impor bahan baku dan produk industri tertentu yang menghambat efisiensi dan memperlebar biaya produksi,” kata Lamhot dikutip dari keterangan tertulisnya,
Berdasarkan data Kemenperin, sektor manufaktur dinilainya tetap tangguh meski menghadapi tekanan global.
Pada kuartal II-2025, industri pengolahan nonmigas tumbuh 5,60 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,12 persen. Artinya, laju pertumbuhan sektor ini lebih cepat dari rata-rata ekonomi.
Baca juga: DPR Desak KLH Perkuat Tata Kelola Limbah Industri B3
Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga meningkat, dari 16,72 persen pada kuartal II-2024 menjadi 16,92 persen pada kuartal II-2025.
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Agustus 2025 berada di angka 53,55, naik dari Juli 2025 (52,89) dan Agustus 2024 (52,40). Angka di atas 50 menandakan pelaku industri merasa optimistis dan sektor manufaktur sedang berada dalam fase ekspansi.
Dari sisi investasi, pada 2024 tercatat Rp721,3 triliun atau sekitar 42 persen dari total investasi nasional digelontorkan untuk industri manufaktur.
Sementara pada semester I-2025, ada 1.641 perusahaan yang membangun fasilitas produksi baru dengan nilai Rp803,2 triliun. Investasi ini diperkirakan mampu menciptakan sekitar 303 ribu lapangan kerja baru.
Baca juga: Waduh! Mayoritas Kawasan Industri Berpredikat Merah PROPER
Meski menunjukkan tren positif, pemerintah menargetkan kontribusi manufaktur terhadap PDB 2026 sebesar 18,66 persen, sedikit lebih rendah dari capaian semester I-2025 sebesar 18,67 persen.
Target pertumbuhan industri manufaktur sendiri dipatok 7,29 persen untuk 2025 dan terus ditingkatkan hingga 8,59 persen pada 2028.
Lamhot menekankan perlunya percepatan pengurangan ketergantungan impor melalui pengembangan bahan baku dalam negeri dan hilirisasi industri.
Insentif fiskal dan non-fiskal untuk sektor strategis dinilai mendesak, termasuk kemudahan akses energi dengan harga kompetitif, penyederhanaan perizinan, dan perbaikan iklim investasi.
Baca juga: Deindustrialisasi Picu Perubahan Struktur Ketenagakerjaan RI
Selain itu, ia menyoroti pentingnya riset, inovasi, serta implementasi industri 4.0 dan digitalisasi proses produksi untuk memperkuat kompetensi tenaga kerja.
Menurutnya, pengawasan perdagangan dan impor juga penting agar produk dalam negeri mendapatkan perlindungan yang layak.
Lamhot kemudian menegaskan bahwa Komisi VII DPR berkomitmen mengawal realisasi target manufaktur sesuai peta jalan yang ada.
“Kami melalui panja ini akan mengusulkan perubahan regulasi bila diperlukan agar industri manufaktur benar-benar menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan kerja, dan penguatan kedaulatan ekonomi,” pungkasnya.