apakabar.co.id, JAKARTA – Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Akbar Himawan Buchari mendorong agar rencana Kementerian Keuangan yang bakal menarik dana pemerintah di Bank Indonesia senilai Rp200 triliun, bisa dialirkan ke sektor produktif.
“Dengan begitu, sektor UMKM kembali menggeliat, dan perekonomian nasional bisa tumbuh,” kata Akbar dalam keterangan di Jakarta, Kamis (11/9).
Dia menyampaikan hal itu merespon soal rencana Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa yang bakal menarik dana pemerintah di Bank Indonesia senilai Rp200 triliun untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional.
Akbar mengatakan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat sederhana. Namun, kebijakan yang ada justru membuatnya menjadi kompleks.
Baca juga: Tren Peralihan ke Kendaraan Listrik, HIPMI: Ada Peluang Usaha
Kata Akbar, pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen sebenarnya masih bisa ditingkatkan. Salah satunya, dengan mendorong daya beli agar lebih maksimal.
“Ketika daya beli turun, perputaran uang otomatis melambat. Kondisi ini berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi. Terlebih, saat ini masyarakat selektif menggunakan uangnya,” beber Akbar.
Ia menekankan, pelemahan daya beli masyarakat bisa berimbas langsung dengan keberlangsungan UMKM. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk kembali membuat ekonomi riil bergairah.
Menurut Akbar, Pemerintah memiliki dua pilihan. Pertama, memaksa memungut pajak secara tinggi, tetapi sektor swasta tercekik, dan berujung gulung tikar. Kedua, melonggarkan pajak, tetapi sektor riil tetap bergairah.
Baca juga: HIPMI: Stimulus Ekonomi Belum Sepenuhnya Sasar Kelas Menengah
Akbar mengingatkan, UMKM masih menjadi pahlawan bagi ekonomi nasional. Kontribusinya yang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap mayoritas penduduk Indonesia, tidak bisa dipandang sebelah mata.
Akbar berharap, dana Rp200 triliun yang diguyur ke perbankan menjadi afirmasi Pemerintah untuk UMKM. Yakni, penghapusan UMKM dari daftar kredit macet di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Kewajiban UMKM tidak dihapus. Namun, tetap dapat menikmati restrukturisasi atau kredit baru non konsumtif,” pintanya.
Dia juga menyarankan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan. Misalnya, dana Rp200 triliun diperuntukkan untuk pembiayaan di sektor produktif, khususnya ke sektor UMKM.
“Jangan sampai bank dapat uang itu untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) ataupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Itu jelas kontraproduktif. Sama saja bohong upaya yang dilakukan Pak Menkeu,” tutur Akbar.
Baca juga: HIPMI: Bea Masuk Anti-Dumping Ciptakan Persaingan Sehat
Selain itu, Pemerintah bisa menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8-9 persen untuk memberi ruang konsumsi bagi masyarakat. Juga memperpanjang tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi UMKM yang akan berakhir akhir tahun ini.
“Langkah ini untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak yang patuh aturan. Semangat Menkeu yang baru sudah jelas. Beliau juga pasti paham pengusaha UMKM telah terdampak pengetatan fiskal,” kata Akbar.
Akbar juga mengapresiasi langkah yang diambil Presiden Prabowo Subianto menggantikan Sri Mulyani dengan Purbaya.
“Pak Presiden merespons cepat kondisi sosial ekonomi saat ini dengan merombak kabinetnya,” ujarnya.