apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk merespons tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Salah satunya dengan deregulasi pajak dan kepabean untuk meringankan beban pelaku usaha Indonesia.
Langkah tersebut diketahui merupakan bentuk respons keputusan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif impor terhadap produk Indonesia menjadi 32 persen.
“Jadi kami akan terus melakukan reform, terutama di bidang pajak bea cukai, dan prosedur supaya ini betul-betul mengurangi beban (pengusaha),” kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4).
Baca juga: Efek Tarif Trump, RI Segera Lakukan Diplomasi dengan AS
Sri Mulyani mengaku akan melakukan empat langkah strategis dengan memangkas beban tarif yang dirasakan pelaku usaha hingga 14 persen. Pertama, pemerintah akan memangkas beban 2 persen yang berasal dari reformasi administrasi perpajakan dan bea cukai.
“Jadi, ini adalah perubahan yang bisa kita lakukan di pajak dan bea cukai hanya dari sisi administratif, penyederhanaan, akan mengurangi beban. Jadi, kalau dunia usaha akan kena 32 persen (tarif AS), ini bisa dengan berbagai reform, 2 persen lebih rendah,” katanya.
Dengan langkah penyederhanaan administrasi, beban tarif dapat ditekan menjadi 30 persen.
Adapun langkah kedua yakni dengan memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor dari yang sebelumnya 2,5 persen menjadi hanya 0,5 persen. Hal ini diklaim dapat memangkas beban tarif tambahan sebesar 2 persen sehingga membuat total beban tarif turun menjadi sekitar 28 persen.
Baca juga: Mimpi Trump: Fair Trade atau Fear Trade?
Ketiga, kata Sri Mulyani, dilakukan melalui penyesuaian tarif bea masuk produk impor yang berasal dari AS dan masuk kategori most favored nation (MFN). Tarif yang semula dikenakan sebesar 5 persen hingga 10 persen, akan diturunkan menjadi 0 persen sampai 5 persen.
“Ini berarti mengurangi lagi 5 persen beban tarif, ini untuk produk-produk yang berasal dari AS, yang masuk MFN,” jelasnya.
Terakhir, Sri Mulyani juga menjanjikan penyesuaian terhadap tarif bea keluar untuk komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), yang diklaim ekuivalen menurunkan beban pengusaha sebesar 5 persen.
Dengan demikian, total pengurangan beban dari empat langkah tersebut mencapai 14 persen, sehingga beban tarif akibat kebijakan Trump tinggal 18 persen.
“Jadi anything yang bisa mengurangi tarif karena sudah adanya beban tarif, selama belum turun dari Amerika, kita akan coba lakukan (pengurangan beban pengusaha),” tuturnya.
Baca juga: Proteksionisme Trump Mengancam Stabilitas Ekonomi Global
Selain itu, pemerintah juga tengah mempercepat proses trade remedies seperti bea masuk antidumping (BMAD), agar bisa diselesaikan hanya dalam 15 hari, dengan berkoordinasi bersama kementerian dan lembaga (K/L) terkait.
Reformasi yang dilakukan ini juga sejalan dengan peningkatan kualitas layanan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terutama dengan kehadiran sistem digital perpajakan Coretax.
“Coretax kita sudah makin membaik, ini akan mempercepat proses pemeriksaan, proses keberatan, dan termasuk proses validasi dari instansi melalui layanan,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa reformasi perpajakan tidak hanya mendorong efisiensi birokrasi, tetapi juga menjadi langkah strategis menghadapi tekanan eksternal.
“Jadi kami akan terus melakukan reform, terutama di bidang pajak bea cukai, supaya ini betul-betul mengurangi beban. Sesuai dengan penekanan Presiden, ini adalah waktu yang tepat untuk deregulasi dan reform yang lebih ambisius,” pungkasnya.