apakabar.co.id JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengingatkan agar pemerintah perlu menyiapkan mitigasi skenario terburuk apabila negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Seperti diketahui, proses negosiasi yang dilakukan Vietnam yang menawarkan tarif nol persen terhadap produk AS namun tidak diterima. Berkaca pada hal itu, pemerintah RI perlu menyiapkan strategi antisipasi bila hal itu terjadi kepada Indonesia.
“Perlu juga mengantisipasi worst case scenario. Worst case scenario itu adalah ketika Amerika Serikat tidak mau terima negosiasinya,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal di Jakarta dikutip Selasa (15/4).
Baca juga: Badai Tarif Trump, Ekonom: Ciptakan Kekacauan yang Disengaja
Peringatan tersebut, kata Faisal, dalam posisi sekarang dinilainya tidak mudah melakukan negosiasi dengan AS.
Untuk meningkatkan posisi tawar menawar (bargaining position) Indonesia dalam negosiasi tarif AS, dirinya menyarankan agar pemerintah mencari opsi pasar lain mengingat kuantitas ekspor Indonesia ke AS hanya 10 persen, serta melakukan kalkulasi secara detail sektor apa saja yang harus diprioritaskan agar bisa dikenakan tarif rendah.
“Sebut saja misalkan pakaian wanita, pakaian olahraga, sepatu olahraga, bahan karet, furnitur, kemudian produk turunan udang, kepiting, perikanan itu ada yang sampai di atas 80 persen. Karena itu yang artinya perlu kita minta negosiasikan,” ujarnya.
Baca juga: Efek Tarif Trump, DEN: RI Perlu Juga Negosiasi dengan China
Tim delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan berangkat ke AS pada 16-23 April 2025 untuk melaksanakan negosiasi soal tarif timbal balik (resiprokal).
Tim yang diutus oleh Presiden Prabowo Subianto tersebut terdiri dari sejumlah menteri dan kepala lembaga. Hari ini, Menteri Luar Negeri RI Sugiono berangkat ke Washington DC untuk mempersiapkan proses negosiasi.