Rupiah Tembus Rp17.000/USD, Analis Asing Buka Suara

Petugas menjunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (2/1/2025). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat ditutup menguat 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.197 per dolar AS didorong oleh intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valuta asing (valas). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan pelemahan signifikan di pasar keuangan global.

Puncaknya, kurs rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) pada Minggu pagi (6/4/2025) menyentuh level Rp17.059 per dolar AS, rekor terendah sepanjang sejarah.

Angka tersebut jauh lebih lemah dibandingkan posisi terakhir sebelum libur Lebaran, yaitu pada Kamis (27/3), di mana rupiah ditutup di level Rp16.555/US$, bahkan sempat menguat 0,12%.

Perbedaan tajam ini memberi sinyal bahwa rupiah berpotensi melemah lebih lanjut ketika pasar domestik kembali dibuka.

Sebagai informasi, pasar NDF adalah pasar valuta asing yang memperdagangkan mata uang berdasarkan kurs dan waktu tertentu.

Namun itu hanya dilakukan secara non-fisik dan umumnya berlangsung di pusat-pusat keuangan global seperti Singapura, Hong Kong, New York, dan London.

Meski demikian, pergerakan kurs di pasar NDF kerap memengaruhi psikologis dan arah harga di pasar spot domestik.

Chief FX Strategist di Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Hirofumi Suzuki, mengatakan bahwa depresiasi rupiah kali ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, terutama akibat kebijakan tarif balasan dari pemerintahan Presiden Donald Trump.

“Kekhawatiran akan melambatnya ekonomi global semakin meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah,” ungkap Hirofumi.

Ia menegaskan bahwa kondisi ini bukan akibat dari kebijakan domestik, melainkan imbas dinamika global.

“Jangan panik. Ini bukan kesalahan Bank Indonesia. Yang diperlukan adalah sikap waspada dan kehati-hatian dari otoritas moneter untuk mencermati situasi,” tambahnya.

Senada dengan itu, Khoon Goh, Head of Asia Research di ANZ, juga menyoroti tajamnya pergerakan risk-off di pasar global.

Menurutnya, kondisi ini telah berdampak langsung pada pasar NDF rupiah, yang akhirnya melemah melewati level psikologis Rp17.000/US$.

“Pasar domestik yang libur sejak akhir Maret akan mulai buka pada Selasa depan. Maka, penyesuaian besar kemungkinan akan terjadi mengikuti kondisi terakhir di pasar global,” jelas Khoon.

Menanggapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa BI terus memantau situasi global, terutama setelah pengumuman kebijakan tarif AS pada 2 April dan respons China yang mengumumkan tarif balasan pada 4 April.

“Pasar keuangan global bergerak sangat dinamis. Kami melihat pelemahan di pasar saham global dan penurunan yield US Treasury ke level terendah sejak Oktober 2024,” kata Ramdan.

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI akan mengoptimalkan instrumen triple intervention, yaitu Intervensi langsung di pasar valuta asing (spot), Intervensi melalui Domestic NDF (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

“Langkah ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan likuiditas valas, menjaga keyakinan pelaku pasar, dan mendukung stabilitas sistem keuangan nasional,” tutupnya.

 

 

 

20 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *