apakabar.co.id, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pengenaan tarif 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Indonesia masih menyisakan ruang diplomasi yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesepakatan bersama.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan pentingnya menunggu pernyataan dan posisi resmi Pemerintah Indonesia guna menyikapi keputusan tarif tersebut. Ia menekankan bahwa saat ini tim negosiator Indonesia masih berada di Washington D.C. dan proses diplomasi tengah berlangsung.
“Tenggat implementasi tarif pada 1 Agustus menunjukkan bahwa jalur diplomasi tetap terbuka dan peluang untuk mencapai kesepakatan yang konstruktif masih tersedia,” ujar Shinta dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/7).
Baca juga: Apindo Peringatkan Lampu Kuning Perekonomian RI
Menurutnya, pengumuman tarif resiprokal 32 persen oleh Trump perlu dilihat sebagai bagian dari dinamika negosiasi, bukan keputusan final.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika kebijakan itu benar-benar diberlakukan penuh, dampaknya terhadap industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan mainan akan cukup signifikan.
Apalagi, sektor-sektor tersebut tengah menghadapi tekanan akibat pelemahan indeks manufaktur global, kenaikan biaya produksi, hingga perlambatan permintaan.
“Meskipun ketergantungan ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10 persen dari total ekspor, dan kontribusi ekspor terhadap PDB relatif moderat (sekitar 21 persen), risiko penurunan permintaan, masuknya barang murah atau ilegal, serta tingginya biaya berusaha tetap menjadi tantangan nyata yang perlu diantisipasi bersama,” jelasnya.
Baca juga: Catatan Apindo soal UMKM Boleh Kelola Tambang
Karena itu, Shinta memandang keberhasilan Indonesia dalam menavigasi persoalan ini akan sangat ditentukan oleh kekuatan diplomasi ekonomi yang solid dan terukur, serta berorientasi pada kepentingan jangka panjang industri nasional.
Apindo sendiri mengaku telah terlibat aktif mendukung proses ini. Dalam 90 hari terakhir, Apindo bersama pelaku usaha telah menyampaikan berbagai masukan berbasis data kepada pemerintah, baik melalui forum resmi maupun dokumen tertulis.
Pertama, Apindo mendorong skenario mutually beneficial melalui peningkatan impor komoditas strategis dari AS seperti kapas, jagung, produk susu, kedelai, dan minyak mentah.
“Langkah ini dirancang sebagai reciprocal arrangement yang menjawab kekhawatiran AS soal defisit perdagangan,” paparnya.
Baca juga: Apindo Ungkap 4 Alasan OECD Pangkas Proyeksi Ekonomi RI
Kedua, memperkuat diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Ketiga, melaksanakan penyederhanaan regulasi secara menyeluruh untuk mendorong kemudahan berusaha, serta memperkuat instrumen perlindungan industri nasional melalui trade remedies.
Lebih lanjut, Shinta menyampaikan bahwa situasi ini harus dimaknai sebagai peluang untuk fokus mempercepat agenda reformasi struktural melalui pendekatan deregulasi yang konsisten lintas sektor.
“Ini adalah kerja bersama yang perlu dijalankan dalam semangat Indonesia Incorporated, yang menyatukan peran pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam konteks ini, Apindo juga akan secara aktif terlibat dalam satuan tugas yang dibentuk pemerintah untuk mengidentifikasi dan membenahi berbagai hambatan usaha di lapangan,” ujarnya.
“Dengan langkah diplomasi yang kuat disertai dengan pembenahan iklim berusaha di dalam negeri, kami optimis bahwa Indonesia dapat melalui tantangan ini sesuai harapan,” tambahnya.