Hari Bumi Momentum Beralih ke Green Jobs

Foto bersama delegasi komunitas anak muda dan teman disabilitas serta para narasumber Green Jobs Summit 2023. Foto: Koaksi Indonesia

apakabar.co.id, JAKARTA – Para pekerja di sektor formal dan nonformal kini bisa beralih menjadi pekerja ramah lingkungan atau Green Jobs. Peralihan ini penting untuk turut serta menanggulangi dampak krisis iklim.

Sebelumnya Bappenas dan United Nations Development Programme (UNDP) memproyeksikan pekerjaan yang membutuhkan green skills akan membuka peluang hingga 4,4 juta pekerja pada 2030. Sementara green jobs akan semakin dibutuhkan di berbagai sektor industri.

Coaction Indonesia atau Koaksi Indonesia menyerukan ajakan tersebut pada peringatan Hari Bumi 2024. Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif menjelaskan masyarakat punya andil besar dalam penyelesaian persoalan iklim dan lingkungan.

“Karena setiap orang memiliki ekosistemnya sendiri yang harus dirawat. Di lingkungan urban dan rural akan berbeda, termasuk hasil atau dampaknya,” kata Ridwan dalam keterangannya, Selasa (23/3).

Beralih menekuni green jobs, ujar Ridwan, bisa dilakukan oleh warga di kawasan urban. Salah satunya dengan menggunakan transportasi publik atau beralih menggunakan sepeda atau beragam moda kendaraan lain berbasis listrik.

Para pengunjung memadati IdeaFest 2023 dengan antusias. Dok. IdeaFest 2023

Di Jakarta, kegemaran bersepeda bisa menjadi jalan untuk menggeluti green jobs. Hal itu dipraktikkan Hendi Rahmat, founder dan CEO Westbike Messenger Service.

Pada 2013, ia memulai usaha jasa antar dengan sepeda yang tentunya bebas emisi. Selain mampu menekan emisi karbon, usaha jasa antar sepeda menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Setiap harinya, pasukan bike messenger mampu melayani pengiriman 7 ribu paket. Cabang usahanya pun kini tersebar di sejumlah daerah, mulai dari Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Medan.

Menggunakan jasa pengemudi sepeda, Hendi mampu menghemat ongkos pembelian bensin hingga Rp60 juta dalam setahun. Angka itu ia peroleh dari analisis Greenpeace Indonesia yang mengkalkulasi jumlah penghematan atas jasa pengiriman 1,5 juta paket kurir Westbike selama 2019.

Menggeluti green jobs, papar Hendi, bisa dimulai dengan mengenali persoalan yang ada di sekitar kita. Dari situ, para calon pekerja hijau bisa ikut memikirkan solusi menghadapi persoalan tersebut.

“Modal saya tidak besar waktu itu dan motivasi saya untuk Kota Jakarta. Jadi saya menikmati prosesnya. Sampai sekarang berkembang terus,” papar Hendi.

Pemaparan gagasan perwakilan komunitas anak muda dan teman disabilitas. Foto: Koaksi Indonesia

Hal serupa diamini Anindita Sekar Jati yang merupakan mantan manajer komunikasi New Energy Nexus yang berbasis di Jakarta. Dia tidak menyangka minatnya terhadap dunia komunikasi dan broadcasting justru menggiringnya masuk ke green jobs.

Sebelum di Nexus, organisasi yang berfokus pada entrepreneurship, Anindita pernah magang di rumah produksi dokumenter sebelum bekerja ke Yayasan WWF.

“Saya itu bekerja di sektor sustainability agak nyasar. Semula peminatannya broadcasting sesuai dengan jurusan kuliah di Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia,” jelasnya.

Anindita kemudian magang di rumah produksi dokumenter itu lalu dikenalkan dengan rekan yang bekerja di WWF. “Saya sadar, ini bukan organisasi kecil. Sistem kerjanya kompleks yang melibatkan rekan pemerintah dan entitas usaha swasta,” jelasnya dalam sesi podcast Subjective yang merupakan program kerja sama dengan Koaksi Indonesia.

Beraktivitas di New Energy Nexus, Anindita mempelajari ragam isu seputar perubahan iklim, transisi energi, dan liku pengembangan energi terbarukan. Sesuai dengan lingkup kerjanya yang berfokus pada wirausaha di sektor energi terbarukan, wawasannya akan energi terbarukan kian luas dan bertumbuh.

Suasana diskusi “The Future of Jobs is Green” sebagai salah satu kegiatan dalam IdeaFest 2023. Foto: Koaksi Indonesia

Sementara di Bandung, Ivan Nashara Haryanaprawira, berbagi kisah tentang pengalamannya saat terlibat dalam pemasaran produk mesin pemberi pakan otomatis berbasis internet (IoT automatic feeder). Produk tersebut memang difokuskan untuk produksi ikan dan udang tambak milik eFishery.

Menurutnya, eFishery hadir dengan memperkenalkan mesin pintar pemberi makan ikan dan udang tambak di Indonesia. Modernisasi itu penting karena banyak pelaku usaha tambak yang tertatih-tatih hingga merugi.

“Bukan hanya soal hilirisasi produk perikanan, tetapi persoalan di hulu, yakni ongkos produksi mulai dari tenaga kerja hingga urusan pakan,” jelasnya.

Pakan sendiri dalam usaha akuakultur menyedot 80% biaya operasional. Semakin banyak pemberian pakan semakin banyak emisi yang terlepas ke udara.

“Dengan IoT automatic feeder, petambak bisa mengatur pola pemberian pakan. Bisa 10 detik atau satu menit sekali. Kontrol dan penyusunan jadwal pemberian pakan bisa dilakukan lewat telepon pintar,” terang Ivan.

Pemberian pakan secara teratur dan terkendali membuat ikan lebih sehat. Selain itu, pakan tidak larut dalam air sehingga kualitas air tetap terjaga. Hal itu, kata Ivan, sebagai salah satu contoh peluang green jobs di Indonesia.

“Potensi bisnis ini menjadi luas dalam ukuran perekonomian yang juga besar. Kalau bisa efisien, bisa buat Indonesia bersaing,” paparnya.

Sementara bagi Siti Koiromah, pekerja hijau yang pernah menjadi peneliti Koaksi Indonesia, green jobs merupakan pekerjaan layak dan ramah lingkungan. Dengan definisi itu, green jobs tidak hanya berkutat pada sektor manufaktur, konstruksi, dan energi hijau (energi terbarukan) tapi juga bisa dilakukan oleh pekerja di semua sektor.

“Contohnya pekerja di perkantoran hijau (green office), usaha konstruksi hijau (green construction), serta gedung ramah lingkungan atau green building,” papar Siti yang kini bekerja sebagai pekerja hijau di ICLEI.

Sejauh ini, ungkap Siti, merujuk kriteria green jobs versi ILO, seharusnya bisa meningkatkan efisiensi energi dan menghemat bahan baku. Juga membatasi gas rumah kaca, meminimalisasi limbah dan polusi, hingga mengembalikan atau memulihkan ekosistem.

Hal lainnya, papar Siti, green jobs harus bisa mendukung upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Pasalnya, sudah waktunya anak-anak muda mulai menekuni green jobs.

“Selama kita di kantor menggunakan energi dengan efisien, termasuk menggunakan kertas bolak-balik, itu masuk kategori green jobs. Mematikan alat pendingin udara dan lampu penerangan juga termasuk. Banyak orang tidak merasa bekerja di green jobs, padahal kalau mereka tahu, mereka sudah melakukannya setiap hari,” tutur Siti.

Ke depan, green jobs, akan semakin berkembang di Indonesia. Koaksi Indonesia menilai hal itu disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat hingga munculnya usaha kecil yang berkontribusi pada lingkungan.

Sementara kajian World Economy Forum (2016) mengungkapkan, sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy. Peralihan itu disebabkan isu perubahan iklim dan kekhawatiran akan ketersediaan sumber daya alam.

1,141 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *