WALHI Bali Desak Pemerintah Stop Proyek yang Merusak Subak dan Rakus Air

Menteri Sumber Daya Air China Li Guoying (kiri) mendengar penjelasan tentang Subak dari pengelola saat mengunjungi daerah tujuan wisata Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (19/5/2024). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Direktur WALHI Bali Made Krisna Dinata mengungkapkan banyak pembangunan infrastruktur yang mengdegradasi bahkan menghilangan Subak atau sistem irigasi tradisional air di Bali. Hal itu bisa dilihat dari kebijakan pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang terbentang dari Gilimanuk hingga Mengwi sepanjang 96,21 km.

“Pembangunan akan menerabas 480,54 Hektar sawah produktif dan 98 wilayah Subak yang ada di sepanjang wilayah tersebut,” ujar Krisna dalam keterangannya, Selasa (21/5).

Pembangunan pelabuhan terintegrasi Sangsit yang akan dibangun di Bali Utara juga turut menerabas sawah seluas 26.193 meter persegi yang tentu mengancam 4 subak yang berada pada wilayah tersebut. Selanjutnya ada juga proyek Pusat Kebudayaan Bali di Bali Timur yang juga telah mengorbankan lahan persawahan hingga 9,38 hektar dan menyebabkan subak Gunaksa terdampak.

“Proyek-proyek tersebut justru mengancam water security and prosperity (Keamanan dan kemakmuran air) yang tentunya akan berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya dan hilangnya subak yang ada di tapak proyek tersebut” terangnya.

Subak dengan fungsi hidrologisnya merupakan tempat penampungan alami bagi air. Setiap hektarnya mampu menampung air sebanyak 3000 ton bila air tingginya 7 cm. Apabila subak terus berkurang dan habis, secara langsung Bali akan mudah diterpa bencana, seperti banjir.

Krisna juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi parawisata yang tentu sangat banyak mengkonsumsi air dalam aktivitasnya operasionalnya. Pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata telah meningkat tajam bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.

Data Badan Pusat Statistik menunjukan pada tahun 2000 jumlah hotel bintang sebanyak 113 hotel dan di tahun 2023 menjadi 541 hotel, dengan jumlah kamar di tahun 2000 berjumlah 19.529 dan meningkat tajam menjadi 54.184 di tahun 2023.

“Angka tersebut menunjukan pertumbuhan yang amat signifikan terlebih beberapa pakar telah menyebutkan jika Bali telah overtourism bahkan overbuild. Banyak penelitian yang mengungkapkan jika akomodasi pariwisata adalah satu industri yang rakus akan air,” paparnya.

Krisna menambahkan, beberapa penelitian juga menyebutkan jika satu kamar hotel membutuhkan 800 liter/kamar/hari. “Angka itu jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga” ujarnya.

Pembangunan infrastruktur yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mengurangi jumlah subak di Bali merupakan hal nyata yang mengantarkan Bali pada krisis air. Terlebih banyak temuan, akomodasi pariwisata ternyata  lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT) ditambah dengan peruntukan kawasan hijau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya.

“Karena itu kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan yang mengancam ketersediaan air dan yang mengancam Subak di Bali,” pungkasnya.

 

2,178 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *