Skotlandia Melarang WhatsApp untuk Kegiatan Resmi Pemerintah

Wakil Menteri Pertama Kate Forbes mengumumkan tanggapan pemerintah dalam pidatonya di Parlemen Skotlandia. Foto: Parlemen Skotlandia

apakabar.co.id, JAKARTA – Secara mengejutkan, Wakil Menteri Pertama Skotlandia Kate Forbes mengumumkan tanggapan pemerintah terkait larangan penggunaan WhatsApp untuk urusan resmi.

Saat berpidato di parlemen, Forbes mengumumkan hal tersebut sebagai tanggapan atas tinjauan eksternal terkait penggunaan layanan pengiriman pesan WhatsApp. Pengumuman itu muncul setelah tim penyelidik COVID Inggris mengungkap bahwa para pejabat dan menteri telah menghapus pesan-pesan yang dipertukarkan di aplikasi WhatsApp mereka selama pandemi berlangsung.

Forbes mengungkapkan pemerintah terus berkomitmen pada standar keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas. Ia memastikan penggunaan WhatsApp atau layanan pengiriman pesan ‘non-korporat’ lainnya untuk urusan pemerintah akan berakhir pada musim semi tahun depan.

“Urusan pemerintah harus dilakukan pada sistem pemerintah yang aman, dapat dicari, dan memungkinkan pembagian informasi yang tepat, sesuai dengan tugas kami dalam hukum,” ungkap Forbes di hadapan parlemen, dikutip dari BBC, Rabu (18/12).

Larangan pemerintah akan mencakup semua aplikasi pesan yang tidak digunakan untuk komunikasi resmi pemerintah, termasuk WhatsApp, Signal, dan Facebook Messenger. Foto: politico.eu

Members of the Scottish Parliament (MSPs)  diberi tahu bahwa aplikasi pengiriman pesan non-korporat akan dihapus dari perangkat ponsel, dan aturan teknis telah dikonfigurasikan, sehingga WhatsApp tidak dapat digunakan pada perangkat pemerintah.

Forbes menegaskan, para menteri dan staf harus menggunakan aplikasi yang disetujui perusahaan, seperti Teams dan email, dan telepon pribadi tidak diperbolehkan digunakan untuk urusan resmi.

Berawal dari masa-masa sulit

Wakil menteri pertama Skotlandia itu mengungkapkan kepada parlemen bahwa penggunaan WhatsApp dan aplikasi pengiriman pesan lainnya selama pandemi dapat dimengerti penggunaannya, khusus di masa-masa sulit seperti itu. Hanya saja, kebijakan pemerintah Skotlandia tentang penggunaan aplikasi pengiriman pesan menyatakan bahwa materi apa pun yang relevan dengan keputusan harus dicatat secara resmi.

Forbes menjelaskan para tokoh pemerintah telah bertindak sesuai dengan kebijakan itu, namun mereka tetap perlu merefleksikan kebijakan itu dengan melihat sejumlah fakta yang terjadi sebelumnya.

Anggota Konservatif Skotlandia Sandesh Gulhane menilai pengumuman itu sebagai pengakuan yang jelas bahwa apa yang dilakukan oleh menteri dan pejabat selama pandemi merupakan kesalahan. Ia pun mendesak pemerintah agar segera memberlakukan larangan penggunaan WhatsApp di pemerintahan.

Gulhane juga menuduh para menteri telah melanggar kode etik kementerian dengan tidak memberikan pernyataan yang jelas tentang penanganan yang sedang dilakukan.

Senada, Daniel Johnson dari Partai Buruh Skotlandia menuduh tokoh-tokoh pemerintah telah mengedit dan menghapus informasi yang seharusnya ada di dalam catatan publik selama pandemi.

Humza Yousaf memerintahkan peninjauan eksternal atas kebijakan terkait ‘pesan’ pemerintah. Foto: Parlemen Skotlandia

Sebelumnya, mantan menteri pertama Humza Yousaf mengumumkan soal peninjauan eksternal atas penggunaan WhatsApp dan layanan pengiriman pesan lainnya pada Maret 2024.

Peninjauan eksternal terkait penggunaan WhatsApp dan perangkat pribadi untuk menjalankan roda pemerintahan juga dikritisi oleh mantan komisioner perlindungan data Kepulauan Channel, Emma Martins.

Laporan Martins itu telah disampaikan kepada pemerintah bulan lalu, dan telah diterbitkan bersamaan dengan pernyataan Forbes di parlemen. Laporan tersebut menemukan bahwa sangat sedikit bukti pengetahuan, pemahaman, atau penerapan yang konsisten dan meluas tentang aplikasi pengiriman pesan seluler, termasuk aturan seputar penyimpanan, ekspor, dan penghapusan data.

Kebijakan pemerintah Skotlandia, kata Martins, mengharuskan menteri dan pejabat terkait untuk menyalin poin-poin menonjol dari komunikasi/ diskusi di aplikasi perpesanan seluler tersebut.

“Dengan tidak adanya informasi tentang seberapa banyak atau seberapa sering transkripsi telah dilakukan, mustahil untuk merasa nyaman dengan kebijakan tersebut,” paparnya.

Meskipun Martins mengakui adanya tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi, hal tersebut telah menyebabkan pelanggaran terhadap beberapa aturan. Karena itu, menurutnya tidak dapat diterima jika perubahan prosedur tetap berlaku tanpa pengawasan dan peninjauan yang tepat.

Nicola Sturgeon membela pencatatannya selama pandemi. Foto: PA Media

Sementara itu, Tim penyelidik COVID Inggris menemukan fakta bahwa ada mantan menteri pertama Skotlandia, seperti Nicola Sturgeon dan John Swinney telah  menghapus pesan yang merujuk pada kebijakan pemerintah selama pandemi berlangsung.

Sturgeon dan Swinney dituduh melakukan penghapusan pesan penting terkait kebijakan oleh partai oposisi. Namun mereka berdalih, setiap poin menonjol telah dicatat dalam catatan negara dan hanya pesan informal yang dihapus.

Menteri Skotlandia lainnya, termasuk Forbes, – yang menjabat sekretaris keuangan selama pandemi – menjelaskan bahwa mereka telah menyimpan pesan WhatsApp mereka di tempat yang aman.

Pemerintah Inggris juga dikritik atas pencatatannya, ketika mantan Sekretaris Skotlandia Alister Jack mengakui di hadapan tim penyidik COVID bahwa ia telah menghapus semua pesan yang masuk, untuk menciptakan ruang memori di ponselnya.

Atas perisitiwa itu, Komisi Informasi Skotlandia, yang mengawasi undang-undang kebebasan informasi, telah meluncurkan tinjauan tentang bagaimana pejabat dan menteri menggunakan dan menyimpan komunikasi informal.

Lembaga pengawas resmi itu mengungkapkan bahwa penyelidikan COVID telah menimbulkan kekhawatiran terkait praktik yang signifikan mengenai cara menteri menggunakan layanan pesan seperti WhatsApp.

271 kali dilihat, 273 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *