apakabar.co.id, JAKARTA – Video Junaedi, 17 tahun, tersangka pembunuh sekeluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur viral di jagat maya. Menuai atensi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Kompolnas bakal menindaklanjuti pemberitaan media terkait kasus ini. Salah satunya dengan mengirimkan surat klarifikasi ke Polda Kalimantan Timur.
“Kami sangat menyesalkan adanya dugaan penganiayaan serta tindakan yang merendahkan martabat (divideokan, diumpati, dan videonya disebarluaskan) terhadap anak J saat ia menjadi tahanan Polres Penajam Paser Utara,” jelas Komisioner Kompolnas Poengky Indharti kepada apakabar.co.id, Minggu (11/2).
Meski J, kata Poengky, diduga melakukan pembunuhan berencana, tetapi sebagai tahanan penyidik dan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, ia tetap berhak untuk dilindungi keselamatannya.
“Kami berharap bukti-bukti penganiayaan dan perbuatan yang merendahkan martabat anak J dapat ditelusuri untuk memberikan keadilan pada anak J,” jelas Poengky.
Kompolnas, sambung dia, juga berharap Tim Propam Polda Kaltim dapat pro-aktif memeriksa secara profesional, transparan, dan akuntabel penyidik yang bertanggungjawab dan petugas jaga tahanan.
Baginya, bahwa penyidik telah menangkap dan menahan seseorang, maka ia wajib menjamin keselamatannya.
“Jangan sampai ada penyiksaan oleh penyidik saat melakukan penyidikan dan jangan sampai ada penganiayaan yang dilakukan tahanan lainnya,” jelasnya.
Jika dalam pemeriksaan Propam terbukti ada kesengajaan atau kelalaian yang mengakibatkan tahanan disiksa, maka harus ada pertanggungjawaban.
Jika pelaku adalah aparat kepolisian maka perlu diproses pidana dan kode etik. Jika sesama tahanan, maka pelakunya harus diproses pidana.
“Kami berharap pengawasan untuk pencegahan kekerasan terhadap tahanan perlu menjadi perhatian pimpinan,” jelasnya.
Salah satunya dengan memasang CCTV di ruang-ruang penyidikan serta memasang video camera dan recorder. Pemasangan CCTV di ruang tahanan dan patroli rutin setiap jam juga perlu dilakukan agar tidak ada kekerasan di ruang tahanan.
“Agar tidak terjadi penyiksaan saat penangkapan dan penahanan, penyidik perlu dibekali body camera sebagai bagian dari profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi,” ujar komisioner berlatar aktivis hukum ini.
Lantas siapa dan mengapa video J di dalam tahanan khusus bisa terekam dan beredar di media sosial?
Kapolres Penajam Paser Utara, AKBP Supriyanto langsung bergerak cepat. Sebab, ia belum mengetahui pasti siapa yang merekam J. “Kami sedang dalami,” jelas Supri dikonfirmasi apakabar secara terpisah.
Video J dalam kurungan khusus beredar luas di media sosial. Terdengar sejumlah tahanan lain mengumpatinya. J menempati tahanan khusus diduga demi menjaga keselamatannya dari tahanan lain. Video yang diterima media ini juga memperlihatkan kondisi J dengan luka lebam di punggung.
Pembunuhan berlangsung di sebuah rumah kawasan Babulu Laut, Selasa tengah malam (6/2). Pelaku J membunuh lima orang sekaligus. Termasuk seorang anak yang masih berusia 3 tahun.
Lebih rinci, para korban adalah pasangan suami istri berinisial W (35) dan SW (34). Serta tiga anaknya RJS (15), VDS (11), dan ZAA (3).
Lantas mengapa jumlah korban pembunuhan J bisa mencapai sebanyak itu?
Pelaku, kata Supri, beraksi pada pukul 02.00. Ia memanfaatkan kelengahan mayoritas korban. Yang saat itu tengah terlelap tidur.
Tak hanya membunuh, JND diduga juga memperkosa salah satu korban.
Kronologis bermula pada Senin (5/2) malam ketika JND bersama rekan-rekannya asyik mengonsumi miras.
Sekitar pukul 22.30, ia diantar pulang oleh seorang rekannya. Beranjak dari pengakuannya, kata Supri, terbesit niatan untuk memperkosa korban.
“Motif utama adalah dendam dan asmara, yang dipengaruhi oleh miras sehingga pada saat pulang dari minuman keras timbul niatan untuk memperkosa korban,” jelasnya.
Pengaruh Miras
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri melihat polisi perlu hati-hati menarasikan pemicu tragedi pembunuhan sekeluarga di Babulu, Penajam, Kaltim. Terkhusus soal pengaruh alkohol.
Seban, jika pelaku membabi buta dalam keadaan mabuk, maka tidak tertutup kemungkinan dia tidak tepat dikenakan pasal pembunuhan berencana.
“Malah mungkin penganiayaan berat. Bahkan bukan pula penganiayaan berencana; logikanya, orang dalam keadaan mabuk tidak bisa membuat rencana. Perilakunya cenderung menjadi impulsif,” jelasnya kepada apakabar.co.id.
Demikian pula setelah Reza membaca kronologi peristiwa dan rangkaian perbuatan pelaku di TKP. “Tidak mencerminkan orang dalam kondisi mabuk,” sebutnya.