Mengapa KPK Bisa Kalah Melawan Paman

KPK sekarang mungkin saja bisa dikalahkan Sahbirin Noor.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor ditetapkan KPK sebagai tersangka gratifikasi proyek. Foto: dok

apakabar.co.id, JAKARTA – KPK belum sekalipun memeriksa Sahbirin Noor. Dalam perkara Eddy Hiariej – Wamenkumham ketika itu – karenanya komisi antirasuah kalah di meja praperadilan.

“Kalau melihat fakta, ada peluang KPK kalah. Salah satunya, karena tidak melalui prosedur dalam penetapan tersangka,” jelas Andi Syafrani dihubungi apakabar.co.id, Sabtu (12/10).

“Ini sama seperti kasus Eddy Hiariej,”sambung Andi.

Andi adalah seorang pengajar hukum tetap di UIN Syarif Hidayatullah. Juga, pengacara yang malang melintang di Mahkamah Konstitusi (MK).

Masih ingat dengan gugatan Denny Indrayana terhadap Sahbirin di MK, 2021 silam? Andi-lah salah satu pengacara Birin.

Sengketa suara Pilgub Kalsel kala itu berakhir dengan kemenangan Birin. Lainnya, Andi juga salah satu pengacara Jokowi di sengketa Pilpres 2019.

Baginya, perkara Wamenkumham Eddy Hiariej bisa jadi contoh. Tak pernah diperiksanya Eddy sebagai tersangka, membuat penetapan KPK dimentahkan pengadilan.

Eddy menang. Sejak itu, upaya KPK menyidik Eddy tak lagi terdengar — serupa pada kasus Budi Gunawan.

Namun Andi melihat tak pernah diperiksanya seseorang, bukan satu-satunya, faktor penentu sah tidaknya penetapan tersangka.

Pada kasus Eddy, ada celah KPK lainnya. Yakni KPK menggunakan surat penyidikan dari kasus lain tanpa membuat surat penyidikan baru.

“Memang kasus Paman dengan Eddy ada juga bedanya,” jelasnya.

Namun tetap saja ia melihat ada kemungkinan KPK kalah. Sekalipun konteks penetapan tersangka Paman Birin adalah operasi tangkap tangan (OTT) KPK?

“Kan Paman Birin tidak kena OTT,” jelas Andi.

Andi juga melihat celah lainnya. Yakni apakah penetapan tersangka Birin diketahui langsung terlebih dahulu melalui surat atau hanya melalui media. Baginya, ini juga penting dalam administrasi perkara.

“Termasuk apakah penetapan tersangka Paman Birin melalui surat penyidikan tersendiri atau dari kasus lainnya,” sambung Andy.

Sahbirin diduga KPK sebagai mastermind atau dalang dari skandal suap-menyuap tiga proyek bernilai Rp54 miliar di Kalimantan Selatan.

Sejak OTT KPK, 6 Oktober, Birin hilang bak ditelan bumi. KPK hanya bisa mencekalnya keluar negeri, sehari kemudian.

Sejauh pantauan media ini, KPK masih belum juga berhasil memeriksa Sahbirin. Yang justru muncul adalah gugatan praperadilan Sahhbirin di Pengadilan Jakarta Selatan, Kamis 10 Oktober.

Menghilangnya Paman Birin, menurut Andi tidak serta merta menjadi soal. Tidak menghalangi proses administrasi karena surat bisa disampaikan melalui keluarga.

Namun begitu, praperadilan hanya akan mengecek keabsahan administrasi proses pidana. Khususnya terkait penetapan tersangka dengan melihat prosedur. Andi setuju dengan ini.

“Termasuk memeriksa kelengkapan minimal dua alat bukti yang sah,” pungkasnya.

Dalam kasus Sahbirin, KPK menetapkan tujuh tersangka. Barang bukti KPK setidaknya lebih dari dua keterangan saksi, bahasa logistik untuk Paman, uang tunai segede Rp12 miliar hingga bukti transfer. 

Lantas apa kata KPK, apakabar.co.id sudah berupaya mengonfirmasi KPK. Namun belum ada respons dari Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika.

Dimintai pendapatnya, Ketua Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman melihat segala kemungkinan bisa terjadi di meja praperadilan.

Namun ia berpendapat, KPK sudah benar menetapkan Sahbirin Noor tersangka sebagai bagian dari OTT. Tidak perlu pula menggunakan surat perintah penyidikan tersendiri, ataupun diperiksa terlebih dahulu.

“KPK sudah melakukan upaya paksa saat itu dan hingga saat ini. Jadi tindakan KPK sah,” jelas Boyamin.

Sprindik KPK sempat bocor sepekan setelah OTT. Salah satu sprindik adalah untuk Sahbirin. Maka, dengan demikian, sekali lagi kata dia, tidak berlaku ketentuan harus didahului diperiksa sebagai saksi.

“Ini beda kasus dengan Eddy Hirariej yang bukan OTT,” jelas Boyamin.

KPK punya catatan minor menghadapi praperadilan. Paling segar, kekalahan KPK melawan Wakil Menteri Hukum dan HAM ketika itu, Eddy Hiariej.

Serupa, Eddy ditetapkan tersangka suap dan gratifikasi. Belakangan, Hakim menilai penyidikan KPK tak sah.

Bukan cuma melawan Eddy, KPK juga pernah hattrick kekalahan di meja praperadilan. Masing-masing melawan Komjen Budi Gunawan, mantan Wali Kota Makassar Arief Sirajuddin, dan eks Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo.

Dalam kasus Budi dan Hadi Purnomo, KPK telah melakukan upaya hukum kasasi dan PK ke Mahkamah Agung. Yang mana KPK tetap kalah sehingga berhenti.

Dalam kasus Setya Novanto, KPK kalah dalam praperadilan pertama. Namun melakukan penyidikan ulang yang kemudian dibalas lagi dengan praperadilan kedua oleh Novanto. Pada akhirnya KPK menang dan perkara berlanjut sampai Novanto diganjar 15 tahun penjara.

Kasus Edy Hiariej memang beda, KPK berjanji akan menyidik ulang seperti Novanto. Namun hingga kini cuma pepesan kosong.

“Betul [ini membuktikan] independensi [KPK setelah revisi UU KPK] makin hilang,” pungkas Boyamin.

Untuk diingat. Operasi tangkap tangan digelar KPK di Kalimantan Selatan, 6 Oktober 2024. Belasan orang dijaring, tidak termasuk Paman Birin. Hanya ajudannya dan kepala Dinas PUPR Kalsel maupun kepala bidang Cipta Karya.

Malam harinya, ekspose pimpinan KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tujuh tersangka. Barulah nama Sahbirin masuk.

KPK menemukan bukti Rp12 miliar dan 500 dolar diduga jatah fee proyek untuk Sahbirin. Tiga proyek itu bernilai Rp54 miliar. Masing-masing, proyek lapangan sepakbola, gedung samsat, dan kolam renang terpadu milik Pemprov Kalsel.

Sahbirin sampai hari ini keberadaannya belum diketahui publik, “Sudah dicegah ke luar negeri per 7 Oktober,” jelas Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, baru-baru tadi.

1,202 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *