Menteri Hanif Ungkap Kerusakan Lingkungan Serius di Raja Ampat

Raja Ampat dalam bahaya karena dugaan aktivitas industri tambang nikel. Foto: greenpeace

apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkap adanya kerusakan lingkungan serius di salah satu pulau kecil di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, akibat aktivitas pertambangan yang dinilai abai terhadap kelestarian alam.

Empat perusahaan tambang diketahui beroperasi di wilayah pulau-pulau kecil Raja Ampat, yaitu PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRB.

Dari keempat lokasi tersebut, Pulau Manuran yang dikelola oleh PT ASP menjadi sorotan karena telah menunjukkan indikasi kerusakan lingkungan yang cukup parah.

“Memang pulau ini kecil, hanya sekitar 743 hektare. Tapi dampak eksploitasi di wilayah sekecil ini bisa sangat besar. Jika terjadi kerusakan, upaya pemulihan akan sangat sulit karena tidak ada lagi bahan pemulih alami yang tersisa,” kata Hanif, Minggu (8/6).

Ia menyebut telah terjadi pencemaran air laut di sekitar pantai Pulau Manuran akibat jebolnya kolam pengendapan (settling pond) milik tambang tersebut.

Jebolnya kolam itu menyebabkan air keruh dan limbah mengalir langsung ke perairan sekitar, merusak ekosistem pantai yang selama ini dikenal sebagai surga bawah laut dunia.

“Saat pengawasan, kami menemukan kolam pengendapan sempat jebol dan menyebabkan pencemaran dengan kekeruhan tinggi di garis pantai. Ini jelas menjadi tanggung jawab perusahaan yang harus ditindaklanjuti secara serius,” ujarnya.

Menurut Hanif, perusahaan PT ASP belum memiliki sistem manajemen lingkungan yang memadai. Ia menilai perusahaan tersebut masih abai dalam menjaga keseimbangan antara kegiatan tambang dan kelestarian lingkungan hidup.

“Berbeda dengan perusahaan lain seperti PT GN, penanganan lingkungan oleh PT ASP masih jauh dari memadai. Bahkan manajemen lingkungan secara umum belum tersedia. Ini yang menyebabkan kondisi lingkungan sekitar tambang sangat buruk,” ujarnya.

Lebih jauh, Hanif menyoroti proses perizinan lingkungan tambang yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat sejak 2006. Dokumen persetujuan tersebut, menurut Hanif, hingga kini belum masuk ke Kementerian Lingkungan Hidup untuk diverifikasi.

“Persetujuan lingkungan PT ASP dikeluarkan oleh Bupati Raja Ampat dengan nomor 75B tahun 2006. Tapi sampai hari ini dokumen itu belum kami terima. Kami akan minta dokumennya untuk dilakukan review dan peninjauan ulang,” tegasnya.

Atas temuan tersebut, tim penegakan hukum lingkungan dari KLHK telah melakukan penyegelan terhadap lokasi tambang di Pulau Manuran. KLHK juga menduga proses tambang dilakukan tanpa kehati-hatian yang memadai.

“Sudah ada langkah penyegelan oleh tim Gakkum. Kami menduga penambangan ini tidak dilakukan dengan prosedur yang semestinya, apalagi dengan kondisi lingkungan yang sangat sensitif seperti ini,” pungkas Hanif.

Kasus ini memperkuat kekhawatiran publik soal ancaman aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil Indonesia.

Pulau Manuran kini menjadi cermin risiko eksploitasi sumber daya yang dilakukan tanpa prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan.

 

 

10 kali dilihat, 10 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *