MK Cabut Presidential Threshold dalam UU Pemilu

Ilustrasi sidang MK. Foto via MKRI

apakabar.co.id, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, yang mengatur ambang batas atau Presidential Threshold.

Putusan dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).

Dalam keputusan tersebut, MK menyatakan bahwa norma pada pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Gugatan ini diajukan oleh Enika Maya Oktavia, yang berpendapat bahwa Pasal 222 yang mengharuskan pasangan calon Pilpres didukung oleh partai politik atau gabungan partai yang memperoleh 20% kursi DPR atau 25% suara sah secara nasional, bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan moralitas politik.

MK menilai bahwa aturan tersebut melampaui batas yang dapat diatur oleh open legal policy dan menghambat partisipasi politik yang lebih luas.

Putusan ini berarti bahwa Presidential Threshold yang selama ini diterapkan dalam Pemilu tidak lagi berlaku, membuka kemungkinan bagi partai politik atau koalisi lebih kecil untuk mengajukan calon presiden.

Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, menyatakan bahwa norma Pasal 222 dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusi.

“MK juga memerintahkan agar putusan ini segera dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia,” ucapnya.

Keputusan ini menjadi tonggak penting dalam penyusunan ulang peraturan pemilu di Indonesia, dengan harapan dapat menciptakan sistem yang lebih inklusif dan demokratis.

 

23 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *