Proyek Air dan Sponge City Ibu Kota Baru, JATAM Kaltim: Merusak Masyarakat Sepaku

Arsip foto - Foto udara suasana pembangunan Bendungan Sepaku Semoi, di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (21/2/2023). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA –  Koordinator JATAM Kaltim Mareta Sari menjelaskan proses gugatan terkait informasi tentang salinan dokumen persetujuan prinsip tentang pembangunan proyek-proyek air bendungan dan intake di Sepaku Semoi Kabupaten Panajam Paser Utara Kalimantan Timur telah diputus oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) pada 4 Maret 2024. Sebelumnya gugatan perkara telah didaftarkan pada 17 Oktober 2022 dan diberi nomor 011/II/KIP-PSI-A/2023.

“Berlangsung nyaris 1,5 tahun lamanya sejak pertama kali didaftarkan oleh JATAM Kaltim pada 17 Oktober 2022 lalu,” ujar Mareta kepada apakabar, Kamis (9/5).

Selain itu, JATAM Kaltim juga meminta informasi salinan dokumen identitas pembangunan desain bendungan, salinan persetujuan prinsip ijin, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

“Sebagian lagi seperti salinan dokumen teknis pembangunan Bendungan Sepaku Semoi, intake dan jaringan pipa transmisi Sungai Sepaku Semoi masih dirahasiakan dan disembunyikan oleh Menteri PUPR dengan dalih melanggar hak kekayaan intelektual dan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat,” paparnya.

Data-data dan informasi proyek-proyek air yang disembunyikan ini, kata Mareta, menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengeklaim bahwa ibu kota baru akan menjadi kota yang ideal dengan prinsip Smart, Forest City and Sponge City.

Melalui kebohongan hijau itu, pemerintah mengeklaim akan menerapkan 100% clean energy dan sumber energi yang rendah karbon untuk mengejar target 100% instalasi energi terbarukan dan Net Zero Emissions pada 2045.

“Pemerintah bahkan menggunakan istilah sponge city (kota spons) sebagai dalih untuk menghadapi kritik atas ancaman krisis air di bentang sekitar IKN,” kata Mareta.

Sementara itu, Bappenas mengeklaim konsep tersebut diperlukan untuk mengembalikan siklus alami air, dengan melakukan pemanenan air untuk tambahan ketersediaan air, pengurangan bahaya banjir, serta pelestarian ekologi.

“Namun realitasnya pemanenan air yang dilakukan oleh proyek-proyek itu tidak lebih dari rekayasa teknik sipil dan manipulasi pengetahuan untuk merampas, mengusir dan merusak interaksi sosial, ekonomi, dan kebudayaan antara sungai dengan masyarakat Suku Balik,” jelasnya.

Hal lain, kata Mareta, Badan Otorita IKN (OIKN) telah menggandeng Deltares, perusahaan konsultan dari Belanda dan didukung Asian Development Bank (ADB).

Mega proyek pembangunan proyek-proyek air seperti bendungan, intake, transmisi pipa sungai hingga proyek penanganan banjir yang dikemas atas nama proyek sponge city, menurut JATAM Kaltim, dibangun di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Sepaku.

“Sepanjang riwayat hidup mereka tinggal di aliran Sungai Sepaku, proyek diduga telah menimbulkan daya rusak bagi masyarakat Sepaku. Puluhan keluarga Suku Balik kehilangan akses terhadap sungai,” jelasnya.

Bendungan Sepaku Semoi yang berada di bentang Sungai Mentoyok atau sering disebut Sungai Tengin dan Intake Sepaku,  dibangun di atas bentang Sungai Sepaku.

Di lapangan, kata Mareta, masyarakat kesulitan mendapatkan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Air yang dulu gratis dari sungai kini harus dibeli dalam bentuk air galon. Banyak keluarga yang harus menunggu pembagian air dari pihak kontraktor proyek bendungan.

“Ini belum termasuk daya rusak pembangunan bendungan Sepaku-Semoi di Sungai Tengin,” terangnya.

Bahkan masyarakat terpaksa memindahkan sekitar 35 makam leluhur Suku Balik yang sudah ada disana sejak 200 tahun lamanya. Perusahaan telah memperlakukan makam-makam itu seperti barang yang bisa ditawar dan dibeli.

“Karena itu gugatan informasi yang dimenangkan oleh JATAM Kaltim menunjukkan bahwa konsep Smart, Forest and Sponge City berada di atas rencana menyembunyikan informasi publik,” tegas Mareta.

Menyembunyikan informasi tentang Proyek Bendungan Sepaku-Semoi dan Intake Sepaku yang merupakan bagian dari proyek ibu kota baru, menurut Mareta, merupakan kejahatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh Kementerian PUPR dalam memulai sebuah proyek yang diperuntukan untuk kepentingan publik dan dananya bersumber dari anggaran publik.

“Kejahatan ini juga merupakan skandal terhadap transparansi dan akuntabilitas global dan menunjukkan proses mega proyek ibu kota baru ini dimulai dengan kejahatan informasi publik dan kembali mendapatkan halangan berupa gugatan banding dan keberatan dari kementerian PUPR,” tegasnya.

Sebagai informasi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimoeljono diwakili kuasa hukumnya Kety Filaily beserta tujuh kuasa lainnya mengajukan gugatan banding dan keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta pada 2 April 2024, dengan nomor perkara 131/G/KI/2024/PTUNJKT.

“Banding atau keberatan tersebut ditujukan pada putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) nomor 011/II/KIP-PSI-A/2023 yang sebelumnya diputuskan pada 4 Maret 2024,” terangnya.

Putusan KIP sebelumnya telah memenangkan dan mengabulkan gugatan JATAM Kalimantan Timur melawan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Dalam amar putusannya, Majelis Komisi menyatakan memenuhi gugatan informasi JATAM Kaltim untuk sebagian.

Selain itu, JATAM Kaltim sudah bertemu dengan perwakilan Deltares, perusahaan konsultan asal Belanda. Ketika wakil menteri hubungan ekonomi luar negeri Belanda, Michiel Sweers berkunjung ke Balikpapan pada 26 April 2024, JATAM Kaltim menyampaikan temuan-temuan dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan informasi.

1,014 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *