Tradisi Kopi dan Refleksi: Teladani Antasari-Datu Kelampaian

Sejumlah tokoh Kalsel berdiskusi soal kepemimpinan di Tradisi Kopi Banjarmasin, Minggu (30/6) malam. Foto: Ahim/apakabar.co.id

apakabar.co.id, BANJARMASIN – Meneladani Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampaian) dan Pangeran Antasari. Sejumlah politikus, aktivis hingga akademisi Kalsel coba mendiskusikannya.

Diskusi ini berlangsung di Tradisi Kopi, Minggu (30/6) malam. Bertajuk Haram Manyarah, Waja Sampai Ka Puting.

Forum ini dimoderatori Anggota DPRD Banjarmasin sekaligus inisiator diskusi, Sukrowardi. Sejumlah tokoh diundang. Mulai dari legislator, politikus, aktivis, akademisi hingga budayawan.

Seperti anggota DPR RI, Syamsul Bahri R (SBR). Ada juga aktivis, politikus sekaligus mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah, Berry Nahdian Furqon.

Selain itu juga ada mantan Sekdaprov Kalsel, Abdul Haris Makkie. Juga politikus senior, eks Anggota DPRD Kalsel, Tasriq Usman dan Sekretaris MUI Kalsel, Narsullah AR.

Dari kalangan budayawan dan seniman, ada Noorkhalis Majid. Dia mantan Kepala Ombudsman Kalsel. Juga Khairiadi Asa serta Muhammad Hadzir.

Diskusi ini dilengkapi para akademisi. Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur dan pakar pemerintahan ULM, Siti Mauliana Hairini. Ada juga Dosen STIE Indonesia Doktor Iqbal Firdaus.

Di sisi pemerintahan, juga hadir Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Banjarbaru, Abdul Basid. Ia mewakili Wali Kota Aditya Mufti Arifin.

Pro Masyarakat, Tak Pandang Mundur

Dalam mengawali pemantik diskusi, Sukro meminta pandangan tokoh MUI Nasrullah AR. Soal kepemimpinan dan agama dan era sekarang.

“Semua harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan keumatan. Baik itu pemimpin sebagai presiden, gubernur, bupati dan sebagainya. Jika melenceng dari aspek itu maka dianggap keluar dari ajaran Syeikh Arsyad Al-Banjari dan KH Idham Chalid,” jelasnya.

Berkaitan dengan itu, Haris Makkie menimpali dengan kepemimpinan Pangeran Antasari. Ia memaknai selogan Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing. Sebagai simbol perjuangan yang tak henti menyerah. Apapun rintangan, pantang mundur.

“Termasuk dalam perjuangan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Bahkan, ada sumpah Pangeran Antasari bahwa beliau menegaskan tidak kudapan 7 turunan jika berteman dengan Walanda (Belanda),” ujarnya.

Sehingga, menurut Haris Makkie, apabila ada pemimpin yang mewaris seperti Belanda maka itu musuh bersama. Karena kepemimpinannya membodohkan dan bikin
orang tak berdaya.

Itulah kenapa Pangeran Antasari memiliki kepemimpinan yang berkharisma, punya karakter di hati masyarakat. Karena terdapat nilai-nilai kejujuran, keadilan dan perjuangan tersebut.

Tak Ada Kemaslahatan

Berkaca dari Pangeran Antasari, Noorhalis Majid lantas menyandingkannya dengan kepemimpinan era sekarang. Kata dia, jauh dari kemaslahatan rakyat.

Apalagi jika membayangkan kondisi sumber daya alam. Begitu juga dengan ekonomi warga di Kalimantan Selatan.

“Kisah sosok Pangeran Antasari memperjuangkan keadilan di masyarakat, beliau selalu memerangi yang tak berbuat jujur. Apalagi, kondisi alam kita yang dikeruk dan hasilnya dari 340 Triliun dari tambang batu bara kita, cuma kembali 10 Triliun saja. Makin diharamkan beliau,” tegasnya.

Di sisi lain, Noorhalis menyinggung soal kepemimpinan Syekh Arsyad Al-Banjari. Yang konsen terhadap pendidikan di masyarakat. Tentu, menjadi refleksi buat pemimpin era sekarang.

“Syeikh Arsyad Al-Banjari, adalah pemimpin yang memperhatikan pendidikan. Kemudian, adakah pemimpin yang mementingkan pendidikan sekarang?,” tanyanya. “Tak ada,” jawabnya sendiri.

Memimpin dengan Kebersamaan

Beranjak dari pandangan-pandangan itu, SBR lantas menimpalinya dengan gagasan. Bahwa kepemimpinan Urang Banua menyatu. Hasil kolaborasi dan mesti berpihak pada warga Kalsel.

“Harapan kita adalah menyatukan seluruh elemen yang kuat secara politik, ekonomi, sosial dan aktivis untuk berkumpul. Saling bekerjasama, bukan saling bersaing,” kata anggota Komisi XI DPR RI itu.

Sejauh ini, SBR melihat ada jarak antar kepentingan. Ada ruang komunikasi yang putus antara pengusaha, penguasa, politikus dan aktivis. Sehingga tak sinkron.

Bahkan pergerakan para aktivis kerap dikesankan sebagai pengganggu. Inilah yang menurut SBR mesti diperbaiki. Tak boleh lagi ada.

“Jadi bagaimana strateginya, agar kawan-kawan yang sukses secara ekonomi, bisa berkolaborasi dengan politikus, aktivis dan teknokrat untuk membangun Kalsel ini,” paparnya.

Jika saling kolaborasi antara pihak. SBR meyakini akan menemukan pemimpin yang berkualitas dan sesuai kehendak rakyat. Dengan begitu, Kalsel bisa bersaing dengan provinsi dan kabupaten lain di Indonesia.

“Memang kita sekarang tertinggal dengan adik kita di Kaltim dan Kalbar. Sehingga, kita perlu pemimpin yang handal, merakyat dan mampu berkomunikasi dengan semua pihak,” tandasnya.

Sepakat dengan SBR, Tasriq Usman menyebutkan sejumlah tokoh Kalsel yang hidup dalam kebersamaan. Sekalipun mereka berbeda pasangan politik dan latar belakang.

Kata dia, ada Usman Abdullah. Lalu Anang Adenansi dan Syamsul Ma’arif. Mereka adalah salah satu contoh tokoh kolaboratif.

“Itu membuat tidak menghambat keberhasilan untuk pembangunan daerah di pusat,” ungkapnya.

Senada dengan SBR, Tasriq menjelaskan pemimpin era dulu benar-benar menjalankan perannya untuk Banua. Karena memiliki tekad dan prinsip yang sama.

“Itulah pentingnya mengenali pemimpin yang baik. Dan benar-benar memperjuangkan kita,” tandasnya.

Waja Sampai Ka Puting Tak Lagi Ada

Diskusi mengalir hangat. Semua yang hadir membaurkan pemikiran dan pengetahuannya. Berry Furqon menganggap pertemuan ini bermanfaat dan harus digalakkan.

“Kalau kita melihat konteks saat ini, kepemimpinan kita mengalami kemunduran,” ucapnya.

Berry menganggap nilai-nilai kepemimpinan yang ditanamkan Pangeran Antasari jauh dari masa sekarang. “Waja Sampai Ka Puting” tak lagi ada.

Itulah mengapa penting untuk selalu diingat dan dibicarakan. Agar menyegarkan pemahaman dalam kepemimpinan di Banua.

“Agar bisa jadi teladan untuk membangun Banua ke depan,” ucapnya.

Sebagai inisiator, Sukrowardi berharap forum diskusi ini jadi pelecut semangat. Agar para tokoh Kalsel saling berpadu dan bertemu untuk kemajuan daerah.

Karena, banyak hal untuk dibahas. Seperti pertemuan ini. Mengulas tentang kepemimpinan Pangeran Antasari atau sepak terjang Syekh Arsyad Al-Banjari yang mengutamakan pendidikan.

“Dengan begitu SDM unggul, maka kita akan dapat kepastian dalam hal berusaha, berpolitik dan kesejahteraan,” tuturnya.

52 kali dilihat, 45 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *