News  

Transfer Data RI ke AS, Menkomdigi: Kesepakatan Belum Final

Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (13/1/2025). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) tidak berarti penyerahan data pribadi secara bebas. Kesepakatan itu disebut sebagai dasar hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

“Kesepakatan ini justru menjadi landasan legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia saat menggunakan layanan digital dari perusahaan AS seperti mesin pencari, media sosial, cloud, dan e-commerce,” kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dalam keterangan resmi, Kamis (24/7).

Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan negosiasi teknis masih terus berlangsung dan kesepakatan belum final. Namun prinsip utama tetap dijunjung: tata kelola data yang baik, perlindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional.

Pemindahan data pribadi lintas negara, ditegaskan Meutya, diperbolehkan untuk kepentingan sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kategori ini antara lain penggunaan mesin pencari, layanan cloud, komunikasi digital lewat media sosial, transaksi e-commerce, serta kebutuhan riset dan inovasi digital.

Baca juga: Transfer Data RI-AS, Istana: Untuk Pertukaran Barang-Jasa

Pemerintah juga menegaskan bahwa aliran data lintas negara tetap berada di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia. Semua proses dijalankan berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

“Seluruh proses dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dalam kerangka tata kelola data yang andal dan aman, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara,” kata Kemkomdigi.

Selain itu, kata Meutya, Indonesia tidak ingin tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global, namun tetap menjaga kedaulatan penuh atas data warganya. Praktik transfer data lintas negara disebut sebagai keniscayaan dalam tata kelola digital global. Negara-negara anggota G7 pun telah lama menerapkannya secara aman dan akuntabel.

“Indonesia mengambil posisi sejajar, tetapi tetap menempatkan perlindungan hukum nasional sebagai fondasi utama,” ujar Kemkomdigi.

Perlu Persetujuan Pengguna

Ketua Komite Tetap Kewaspadaan Keamanan Siber APTIKNAS, Alfons Tanujaya, menekankan bahwa transfer data ke AS harus tunduk pada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) Indonesia.

“Jika pemerintah mengizinkan data masyarakat dikelola di AS, maka perusahaan AS wajib tunduk pada UU PDP dan harus diaudit oleh Komisi PDP,” ujar Alfons di Jakarta, Kamis (24/7).

Ia juga menekankan bahwa data yang ditransfer harus dienkripsi dan tidak bisa diakses tanpa persetujuan eksplisit pengguna. Perlu juga perjanjian bilateral antara kedua negara untuk mencegah penyalahgunaan oleh otoritas asing.

Menurut Alfons, keamanan data tidak tergantung pada lokasi penyimpanan, tapi pada metode pengelolaan dan kedisiplinannya.

“Kalau sudah dienkripsi dengan baik dan kunci dekripsinya disimpan aman, data bisa disimpan di mana saja secara teknis,” tegasnya.

Baca juga: Prabowo Buka Suara soal Transfer Data RI ke AS

Ia menilai secara hukum tertulis, Indonesia punya kerangka perlindungan data pribadi yang lebih menyeluruh daripada AS. Misalnya, PP No. 71 Tahun 2019 membolehkan data non-strategis disimpan di luar negeri asalkan memenuhi prinsip perlindungan. Ini disempurnakan oleh UU PDP No. 27 Tahun 2022 yang mensyaratkan negara tujuan memiliki perlindungan data yang setara atau lebih baik dari Indonesia.

Namun, Alfons mengakui dari sisi pelaksanaan dan budaya hukum, AS masih lebih unggul. Di sana, pelanggaran data direspons dengan denda, gugatan class-action, hingga investigasi kongres.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan sejumlah poin penting dalam kesepakatan dagang dengan Indonesia, termasuk soal transfer data pribadi. Dalam pernyataan resmi Gedung Putih, disebutkan bahwa kedua negara sepakat untuk menghapus hambatan perdagangan digital dan segera merampungkan komitmen terkait data, jasa, dan investasi.

“Indonesia juga akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke AS, melalui pengakuan bahwa AS adalah yurisdiksi dengan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis Gedung Putih.

7 kali dilihat, 7 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *