apakabar.co.id, JAKARTA – Pakar otomotif ITB Yannes Martinus Pasaribu buka suara mengenai dampak tarif resiprokal 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada industri otomotif dalam negeri.
Yannes menilai di tengah kondisi tersebut, produk komponen otomotif Indonesia kemungkinan menjadi tantangan. Di sisi lain juga membuka peluang besar bagi industri otomotif nasional.
“Kebijakan tarif resiprokal 32 persen oleh Donald Trump (Presiden AS) terhadap produk komponen otomotif Indonesia memang belum tentu akan mengguncang industri secara keseluruhan. Justru, ini adalah peluang emas yang tidak boleh disia-siakan,” katanya di Jakarta, Rabu (9/4).
Baca juga: Badai Tarif Trump Bikin Industri Sawit Panas-Dingin
Trump akhirnya memberlakukan pengenaan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi untuk mitra dagang terbesar di negara tersebut.
Vietnam mendapat tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, Thailand 37 persen, China 34 persen, sementara Indonesia 32 persen.
Meski tarif Indonesia lebih rendah dibandingkan Vietnam dan Thailand, Yannes menerangkan agar Indonesia harus memanfaatkan keunggulan kompetitif ini secara maksimal untuk memperkuat posisinya di pasar global, khususnya pasar AS.
“Pemerintah perlu segera mengimplementasikan insentif fiskal yang menarik bagi industri otomotif, khususnya bagi perusahaan yang akan berkomitmen untuk berinvestasi dalam jangka panjang di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: KSPI Waspadai Gelombang PHK di Tengah Badai Tarif Trump
Baca juga: KSPSI: Pemerintah Perlu Bangun Kebersamaan Hadapi Tarif Trump
Yannes menyarankan agar deregulasi aturan yang menghambat pertumbuhan industri otomotif dan komponennya harus segera dilakukan. Hal itu untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
Pemerintah juga perlu mendukung pengembangan riset dan teknologi (R&D) lokal, termasuk mempercepat transfer teknologi untuk meningkatkan daya saing industri otomotif Indonesia di pasar global.
Selain itu, imbuh Yannes, pemerintah perlu mengintensifkan diplomasi ekonomi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Sebab, potensi dampak tarif ini terhadap daya saing produk otomotif Indonesia di pasar AS.
“Secara taktis, diplomasi ekonomi yang intensif dengan USA juga perlu segera diupayakan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan,” pungkasnya.