apakabar.co.id, JAKARTA – Monash University bekerja sama dengan Pemerintah Kota Makassar dan sejumlah lembaga lokal dan internasional, baru-baru ini, berhasil mencapai hal penting terkait komunitas melalui program RISE (Revitalisasi Permukiman Informal dan Lingkungannya). Revitalisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kehidupan dan ketahanan di permukiman kumuh di Makassar, Sulawesi Selatan.
Program RISE merupakan inisiatif transformatif untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan di permukiman kumuh perkotaan. Peningkatan skala lingkungan yang inovatif tersebut didukung oleh Pemerintah Australia dan Indonesia.
Co-Director RISE Monash University Prof. Diego Ramirez-Lovers menjelaskan program tersebut merupakan puncak dari program kolaborasi dan keterlibatan yang luas dengan masyarakat dan pemerintah. Peningkatan itu menghasilkan serangkaian peningkatan yang dibangun untuk memperkuat ketahanan iklim dan memberikan akses terhadap layanan sanitasi dan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan di masa depan.
Keberhasilan RISE, kata Prof. Diego, sebagai bukti kemitraan efektif antara Monash University, Pemerintah Australia, dan Indonesia dalam pembangunan infrastruktur. Progam tersebut sekaligus untuk mendukung tujuan Pemkot Makassar dalam mencapai Slum-Free Makassar (Makasar Bebas Kumuh).
Sejumlah hal menarik dari program RISE adalah pendanaannya yang berasal dari hibah sebesar AUD 4 juta dari Pemerintah Australia, yang difasilitasi oleh Kemitraan Indonesia-Australia untuk Infrastruktur (KIAT).
Monash University, Prof. Diego, bekerja sama dengan Wali Kota Makassar, Universitas Hasanuddin (UnHas), dan beberapa kementerian termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk mewujudkan inisiatif tersebut.
RISE juga menangani semua siklus air masyarakat secara multidimensi. Caranya dengan menggunakan kombinasi solusi hijau, abu-abu, hingga solusi cerdas, termasuk di lahan basah, yang memberikan manfaat bagi lebih dari 1.400 penduduk di 325 rumah tangga.
“1 miliar orang yang tinggal di permukiman kumuh saat ini diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada tahun 2050. Karena permukiman kumuh saat ini merupakan komunitas kelas menengah di masa depan, pertumbuhan kota-kota yang berkelanjutan dan bertanggung jawab di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah harus mendukung komunitas-komunitas ini,” terang Prof. Diego dalam keterangannya, Senin (8/7).
Pemerintah, ujar Prof. Diego, ditantang untuk mengimbangi pertumbuhan yang merajalela, sehingga perlu mengembangkan pendekatan yang dapat memperbaiki kondisi kehidupan saat ini, terutama ketika masyarakat memainkan peran penting dalam mengembangkan solusi yang paling sesuai untuk mereka.
“Sambil mengembangkan bukti berdasarkan penelitian, dasar untuk pendekatan praktik terbaik di masa depan,” katanya.
Sebagai program penelitian kesehatan Bumi, RISE bertujuan mengumpulkan bukti ilmiah yang kuat mengenai dampak terhadap manusia dan lingkungan dari pendekatan peningkatan permukiman kumuh.
Wakil Direktur RISE Monash University Prof. Karin Leder mengungkapkan sejak tahun 2018, pihaknya telah melakukan penilaian kesehatan warga melalui survei komunitas rutin dan melalui sampel tinja dan darah dari anak kecil di permukiman kumuh.
“Kami juga mengkaji perubahan ekologi, ditambah lagi kami menggunakan metode pengambilan sampel baru untuk menguji kontaminasi lingkungan dan keberadaan patogen,” ujar Prof. Karin.
Senada, Pimpinan dan Kepala Investigator Indonesia, Associate Professor Ansariadi mengungkapkan, pemerintah Indonesia tidak akan meninggalkan siapa pun dalam mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan tahun 2030.
“Berarti kita memiliki kewajiban etis untuk bersikap inklusif dalam mendefinisikan tantangan, mengembangkan solusi potensial, dan memastikan hasil yang adil,” ujar Ansariadi yang juga Direktur Kemitraan Universitas Hasanuddin.
Ini menjadi penting karena kesehatan masyarakat di permukiman kumuh tidak bisa dipisahkan dari kualitas tempat tinggal mereka. Untuk itu, RISE hadir melalui pendekatan ‘kota sensitif air’ untuk memperbaiki taraf hidup dan memperkuat resiliensi masyarakat setempat.
Upaya tersebut menjadi cara alternatif untuk mengkomunikasikan layanan penting bagi jutaan orang, yang membuktikan bahwa perubahan transformatif bisa dilakukan di permukiman kumuh.