PKBI Datangi Kemen ATR/BPN Berharap Solusi Terbaik Terkait Sengketa Lahan Kantor

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mendatangi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (Kemen ATR/BPN) untuk mempertanyakan beberapa hal terkait sengketa lahan PKBI dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Audiensi dilakukan pada Kamis, 25 Juli 2024. Foto: PKBI

apakabar.co.id, JAKARTA – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) beraudiensi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (Kemen ATR/BPN) pada Kamis (25/7). Mereka datang untuk mempertanyakan beberapa hal terkait sengketa lahan PKBI dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Direktur Eksekutif Daerah PKBI Lampung Fajar berharap Kementerian ATR/BPN tidak menolak untuk mengaktifkan kembali permohonan sertifikat oleh PKBI pada tahun 1997.

“Mengingat PKBI telah membangun Gedung Training Center di Jl. Hang Jebat sejak tahun 1970 yang lahannya dihibahkan oleh Gubernur Ali Sadikin,” jelas Fajar yang juga sebagai Tim Advokasi Lahan PKBI.

Fajar berharap Menteri ATR/BPN dapat menjadi mediator dalam penyelesaian sengketa ini, sehingga keadilan untuk semua bisa terwujud. Adapun hal-hal yang diusung pada udiensi tersebut adalah terciptanya pernyataan yang win-win solution bagi kedua belah pihak. Pasalnya, Budi Gunadi Sadikin pada 17 Juli 2024 menyatakan akan ada penyelesaian win-win solution.

“Hal ini merespon apa yang terjadi pada sengketa lahan PKBI dengan Kemenkes,” katanya.

PKBI juga mengungkapkan adanya pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat yang terhambat. PKBI telah berkontribusi untuk masyarakat Indonesia sejak 67 tahun yang lalu, kata Fajar, mengalami dampak sosial yang signifikan, pasca-penggusuran kantor pusat.

“Penggusuran kantor PKBI Nasional mengancam keberlangsungan layanan PKBI di 25 Provinsi dan 187 Kota/Kabupaten. Hal itu memberikan dampak  bagi masyarakat yang telah mengandalkan pelayanan kesehatan dan pendidikan dari PKBI,” terang Fajar.

Selain itu, PKBI mengingatkan bahwa pada tahun 1996-1997, telah diajukan permohonan Sertifikat HGB ke Kemen ATR/BPN. Namun, pada akhirnya Sertifikat Hak Pakai (SHP) dari Kemenkes yang diterbitkan. Dalam SHP, terdapat perbedaan luas tanah yang PKBI miliki dengan luas tanah yang disebutkan dalam SHP milik Kemenkes.

“Perbedaan SHP versi Kemen ATR/BPN dengan Kemenkes harus ada penyelesaiannya,” kata Fajar.

Sementara itu, pihak Kemen ATR/BPN diwakili Toga Harahap dari Biro Humas Kasubag Pengaduan, Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP) menyampaikan bahwa kasus sengketa tanah yang belum dalam putusan inkracht, tidak akan mengubah apapun.

“Kemen ATR/BPN tidak dapat mengambil langkah apapun. Ijin penempatan lahan bukan menjadi ranah Kemen ATR/BPN, dan kewenangannya berada di Kemenkes, yang memiliki lahan,” ujar Toga.

Menurut Toga, Kemen ATR/BPN berfungsi hanya mencatat administrasi kepemilikan lahan. Karena itu, solusi yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah upaya mediasi dengan para menteri yang berkaitan.

Menurutnya, mediator yang tepat mungkin Kepala BKKBN agar memfasilitasi Menteri ATR/BPN, Menteri Kesehatan, dan PKBI. Langkah lainnya adalah dengan mediasi bersama Sekretariat Negara (Setneg).

“Apabila sudah ada keputusan tetap melalui proses kasasi, Kemen ATR/BPN dapat melanjutkan proses yang pernah di ajukan oleh PKBI.” kata Toga.

1,275 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *