Darurat Konstitusi! Gedung DPR RI Dijebol Massa Tolak RUU PIlkada

Massa aksi tolak RUU Pilkada menjebol pagar gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8). apakabar/Tito

apakabar.co.id, JAKARTA – Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta jebol digeruduk demonstran yang menolak Rancangan UU Pilkada. Jebolnya gedung wakil rakyat terjadi dua kali.

Pertama pada pukul 14.30 ketika aksi protes berlangsung sejak pagi hari, Kamis (22/8). Momen itu pun langsung membuat aparat kepolisian bersiaga dan menggunakan tameng lengkap beserta pelindung badan.

“Hati-hati, hati-hati provokasi,” kata massa aksi saat pagar itu jebol.

Pagar yang jebol itu tepatnya berada di sebelah kiri dari gerbang utama kompleks parlemen. Setelah jebol, sejumlah massa aksi pun berdiri di pagar yang jebol itu dan belum masuk ke kompleks parlemen.

 

Namun polisi tetap melakukan pengamanan terhadap massa aksi di sekitar area pagar yang jebol tersebut. Sejumlah oknum massa aksi pun sempat melempari batu dan botol ke dalam area kompleks parlemen. Dan kedua oleh mahasiswa. Tepatnya di pintu belakang gedung dekat Lapangan Tembak.

Adapun polisi telah menyiapkan sebanyak 2.975 personel untuk mengantisipasi pengamanan unjuk rasa di dua kawasan itu yakni Gedung MK dan MPR/DPR RI.

Jumlah personel tersebut terdiri dari satuan tugas daerah (Satgasda) sebanyak 1.881 personel, satuan tugas resor (Satgasres) sebanyak 210 personel, bawah kendali operasi (BKO) TNI dan pemerintah daerah sebanyak 884 personel.

DPR RI sebelumnya menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pencalonan kepala daerah. Dibahas kilat, RUU Pilkada dianggap sebagai pembangkangan dewan kepada lembaga tertinggi konstitusi.

Pantauan di lokasi menunjukkan bahwa demonstrasi dimulai sejak pagi hari, dengan massa berkumpul di gerbang utama Gedung DPR/MPR. Seiring berjalannya waktu, konsentrasi massa terpecah menjadi beberapa titik.

Di sisi kanan lokasi aksi, suasana semakin memanas. Massa membakar ban bekas dan melemparkan botol-botol ke arah barikade petugas yang menjaga di dalam kawasan Gedung DPR/MPR.

Beberapa peserta aksi berusaha merobohkan tembok dan pagar yang memisahkan mereka dari aparat kepolisian. Usaha tersebut ternyata membuahkan hasil; sebagian tembok berhasil dijebol dan keadaan menjadi kacau.

Massa kemudian berusaha menerobos masuk ke dalam gedung, namun upaya tersebut terhambat oleh barikade yang segera dibangun oleh kepolisian. Melihat tindakan kepolisian yang semakin tegas, massa melemparkan material-material ke arah petugas, namun lemparan tersebut berhasil dihalau oleh tameng polisi, sehingga tidak ada yang menembus ke area pengamanan.

Hingga berita ini diturunkan, aksi demo masih berlangsung dengan masing-masing koordinator berusaha mengingatkan peserta agar tidak terprovokasi.

Simpati Masyarakat 

Massa aksi tolak RUU Pilkada mencoba masuk di pagar yang jebol di Gedung MPR/DPR/DPD, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: Antara

Demonstrasi ini melibatkan berbagai elemen masyarakat yang turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Pilkada. Ribuan orang berkumpul di depan Gedung DPR/MPR, menunjukkan solidaritas mereka terhadap aspirasi yang disampaikan.

Dukungan juga datang dari masyarakat sekitar yang turut menyediakan makanan dan minuman gratis untuk peserta aksi.

Beberapa ibu-ibu terlihat berdiri dengan karton bertuliskan “Makan dan minuman gratis,” menyambut massa aksi yang melintasi trotoar di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Cilegon, Depok, dan Bogor.

Lena (39), salah satu peserta aksi, menyatakan, “Kami datang untuk memberikan dukungan agar suara masyarakat didengar. Kami berharap mereka berangkat sehat dan pulang dengan selamat.” Bersama teman-temannya,

Lena tiba di lokasi pada pukul 07.00 WIB, dan mereka iuran untuk membeli makanan dan minuman ringan sebagai bentuk dukungan.

“Kami tidak ada koordinator, tapi kami semua memiliki pandangan yang sama—membantu dan mendukung rakyat yang sedang berjuang,” tambah Lena.

Dia berharap agar unjuk rasa ini didengar oleh pemerintah dan agar putusan Mahkamah Konstitusi mengenai calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik tanpa kursi dapat segera diterapkan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Semoga hasilnya memuaskan,” tutupnya.

Demonstrasi ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat terkait revisi UU Pilkada. Serta, menunjukkan betapa pentingnya bagi mereka untuk memastikan suara mereka didengar dalam proses legislatif.

54 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *