Terindikasi Korupsi, Masyarakat Sipil Lapor KPK terkait Pengadaan Gas Air Mata

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto (kiri) bersama Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur (kanan), dan aktivis ICW Tibiko Zabar (tengah) menunjukkan surat tanda terima usai melaporkan Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/8/2024). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan gas air mata di Kepolisian Republik Indonesia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (2/9).

Secara spesifik, terdapat 2 (dua) proyek pengadaan gas air mata yang menjadi objek dari laporan tersebut, antara lain pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Berikut Pengiriman APBN T.A. 2022 dengan nilai proyek sebesar Rp49.860.450.000 dan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya Program APBN SLOG Polri TA. 2023 dengan nilai proyek sebesar Rp49.920.000.000.

Hasil analisis yang dilakukan koalisi terhadap dua paket proyek tersebut menunjukkan sejumlah temuan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang patut ditindaklanjuti oleh KPK.

Pertama, dugaan adanya persengkongkolan tender dengan mengarahkan pada merek tertentu. Diduga kuat, pihak yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam dua proyek pengadaan tersebut, menyusun spesifikasi teknis yang mengarahkan pada produk yang spesifik hanya dapat disuplai oleh satu perusahaan peserta tender saja, yakni PT. TMDC.

Program BASIS Tingkatkan Peran Masyarakat Sipil terhadap Pembangunan Berkelanjutan

“Adapun produk Pepper Projectile Launcher yang dimaksud adalah Byrna. Dalam pemantauan koalisi, tidak ada perusahaan lain yang mendistribusikan senjata model tersebut di Indonesia, selain PT TMDC,” tulis koalisi, Senin (2/9).

Kedua, dugaan pemilik perusahaan pemenang tender merupakan anggota Kepolisian atau setidak-tidaknya memiliki relasi dengan anggota Kepolisian. Dalam dokumen akta perusahaan diketahui bahwa PT TMDC dimiliki oleh pria berinisial SL selaku direktur.

Berbekal dokumen tersebut, koalisi kemudian menemukan alamat SL, dan berdasarkan hasil penelusuran melalui aplikasi google street view, terdapat mobil yang berplat polisi terparkir di depan rumahnya pada tahun 2018.

Hasil penelusuran ini juga diperkuat dengan hasil liputan salah satu media yang berdasarkan kesaksian dari warga sekitar rumah SL, mengkonfirmasi bahwa benar mobil SL memakai plat Kepolisian.

Masyarakat Sipil: Hentikan Promosi dan Implementasi Solusi Palsu CCS/CCUS

“Tidak hanya itu, berdasarkan keterangan warga, rumah SL seringkali didatangi aparat kepolisian saat hari besar keagamaan,” ungkap koalisi.

Ketiga, dugaan penggelembungan harga pembelian barang. Koalisi menemukan total kontrak yang dimenangkan oleh PT TMDC terhadap dua paket pengadaan gas air mata selama dua tahun mencapai Rp99.780.450.000 dengan jumlah volume sebanyak 3.421 unit (T.A. 2022 sebanyak 1.857 unit dan T.A. 2023 sebanyak 1.564 unit).

Sementara itu, keterangan pers Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan, komponen yang dibeli antara lain: Pistol Bryna LE Launcher (Universal Kit), Bryna CO2 Gas (20 pcs) beserta oiler (1 set), 55 pcs Pepper (OC) dan 55 pcs Max (OC+CS) Bryna Projectiles, Extra Magazines (2 pcs), dan Holster chest (1 pcs) serta magazine pouch (1 pcs).

Berbekal informasi mengenai rincian komponen yang dibeli, koalisi mencoba menelusuri harga dari tiap komponennya untuk melakukan perbandingan harga. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan melalui website resmi Byrna sebagai produsen barang yang dibeli, diketahui biaya yang sepatutnya dihabiskan oleh Polri dari dua paket pengadaan tersebut  hanya sebesar Rp73.268.187.659.

Polisi Mulai Tembakkan Gas Air Mata ke Arah Massa, Mahasiswa Berlarian

“Artinya, terdapat selisih yang diduga dengan sengaja digelembungkan dari total nilai proyek, yakni sebesar Rp26.452.712.341,” ungkap koalisi.

Hasil analisis tersebut merupakan temuan krusial di tengah persoalan serius di instansi kepolisian yang dikenal tidak transparan dan akuntabel dalam membeli sejumlah peralatan, termasuk di antaranya gas air mata.

Koalisi masyarakat sipil telah menempuh jalur formal melalui proses permohonan informasi publik untuk meminta kepolisian membuka kontrak pengadaan gas air mata, sejak 30 Agustus 2023. Namun, Polri berkali-kali menolak untuk membuka informasi tersebut.

“Sikap Kepolisian ini kemudian patut dilihat sebagai indikasi awal adanya pelanggaran terhadap proses pengadaan barang dan jasa, bahkan mengarah pada potensi korupsi,” terang koalisi.

Kelompok Masyarakat Sipil Serukan Isu Kesehatan Jadi Arus Utama Kebijakan

Urgensi untuk menindaklanjuti laporan koalisi menguat tatkala dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah aksi protes yang dilakukan masyarakat mendapat tindakan represif aparat kepolisian. Tidak sedikit korban yang mengalami luka – luka akibat tindakan aparat, salah satunya akibat penggunaan gas air mata yang berlebihan, seperti yang terjadi dalam tragedi Kanjuruhan, Malang pada Oktober 2022 lalu.

Bahkan, tidak hanya masyarakat sipil, jurnalis juga ikut menjadi korban. Terakhir di aksi #PeringatanDarurat polisi menggunakan gas air mata sebagai bentuk penyempitan ruang sipil (shrinking civic space), ancaman terhadap kebebasan pers dan berekspresi dalam kerangka negara demokrasi.

“Oleh karena itu, penting bagi KPK untuk menelusuri lebih lanjut laporan dugaan korupsi yang disampaikan oleh koalisi sebagai bagian dari partisipasi publik untuk yang dijamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan,” tulisnya.

Karena itu, koalisi mendesak agar KPK segera menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan terkait dengan proyek pengadaan gas air mata di kepolisian.

Masyarakat Sipil Kalimantan Timur Tolak Perampasan Tanah untuk IKN

Koalisi juga meminta KPK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan penelusuran terhadap informasi dari laporan yang telah disampaikan.

Selanjutnya, KPK segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan gas air mata di Kepolisian, dan memberikan informasi perkembangan penanganan laporan kepada publik.

Tidak hanya itu, koalisi mendesak BPK/BPKP melakukan audit dengan tujuan tertentu/investigatif terkait proyek pengadaan tersebut.

“Terakhir meminta DPR menjalankan tugas dan fungsi pengawasan dengan melakukan audit belanja kepolisian, khususnya pengadaan gas air mata dan memastikan agar tidak lagi memberikan dukungan anggaran untuk pembelian gas air mata, ” tutup koalisi.

92 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *