apakabar.co.id, JAKARTA – Direktur Misi Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Indonesia Jeff Cohen memastikan upaya kolaboratif dalam melindungi spesies orangutan dan habitatnya akan terus dilakukan.
Hal itu diungkapkan Cohen saat menghadiri Simposium Orangutan: Mendorong Upaya Konservasi Orangutan di Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Selasa (10/12).
“AS berkomitmen untuk melindungi spesies orangutan ikonik Indonesia melalui kemitraan yang kuat,” ujar Jeff Cohen dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (10/12).
Acara yang menghadirkan para pemangku kepentingan, dari sektor publik hingga swasta, termasuk akademisi, dan organisasi lingkungan bertujuan untuk memajukan strategi konservasi orangutan.
“Kami mendorong mitra sektor swasta, masyarakat sipil, dan organisasi nonpemerintah untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam menjaga populasi orangutan dan habitatnya,” jelasnya.
Pertemuan itu merupakan langkah penting dalam komitmen USAID untuk mendukung Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 pemerintah Indonesia, yang mencakup konservasi orangutan.
Sejak tahun 2001, Amerika Serikat telah menginvestasikan lebih dari USD50 juta melalui USAID untuk melindungi orangutan Indonesia dan habitatnya. Upaya tersebut sebagai bagian dari komitmen yang lebih luas terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Kemitraan AS dengan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk melestarikan dan melindungi hutan tropis Indonesia telah melindungi sedikitnya 6,5 juta hektar habitat orangutan.
“Indonesia merupakan rumah bagi populasi primata paling beragam di dunia, dimana 70 persen spesies primata terancam punah,” katanya.
Tiga di antaranya adalah spesies orangutan asli Indonesia: Pongo abelii (orangutan Sumatera), Pongo tapanuliensis (orangutan Tapanuli), dan Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dengan perkiraan jumlah populasi 70.000 satwa.
Senada, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem di Kementerian Kehutanan, Prof. Satyawan Pudyatmoko mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Indonesia memiliki berbagai habitat, ekosistem, dan spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia.
“Keanekaragaman hayati yang kaya itu menghadapi ancaman yang kian meningkat dari praktik tidak berkelanjutan dan perdagangan satwa liar ilegal,” ujarnya.
Untuk itu, kata Prof. Satyawan, pendekatan kolaboratif sangat penting dalam melindungi keanekaragaman hayati Indonesia, yang juga berkontribusi terhadpa pengurangan perdagangan satwa liar
“Kami berharap dapat mengidentifikasi insentif inovatif untuk mendorong dan mengimplementasikan strategi konkret untuk melindungi orangutan dan spesies dilindungi lainnya,” tegasnya.
Keberhasilan konservasi orangutan di Indonesia membutuhkan aksi kolaborasi antara bisnis swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat yang berlokasi di dekat kawasan hutan.
Profesor Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Jatna Supriatna juga menekankan pentingnya kolaborasi di tingkat akar rumput. Hal itu diperlukan untuk melindungi habitat orangutan melalui pengembangan ekowisata sebagai contoh insentif inovatif.
“Pengembangan pariwisata berkelanjutan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan tidak hanya akan berkontribusi pada perlindungan habitat orangutan tetapi juga memberikan nilai tambah sosial dan ekonomi bagi masyarakat,” papar Prof. Jatna yang juga pakar satwa liar serta ahli biologi konservasi.