apakabar.co.id, JAKARTA – Komite HAM Dalam 30 Hari menggelar acara publik bertajuk ‘Kasi PaHAM‘ atau Kelompok Aksi Pejuang HAM sebagai bentuk peringatan Hari HAM Sedunia 2024.
Kegiatan ‘Kasi PaHAM’ menutup rangkaian aksi dan peringatan selama 30 hari terkait pelanggaran HAM di masa lalu yang belum diselesaikan dan penuntasan kasus HAM baru yang terjadi.
Acara dipusatkan di Teluk Lerong Garden, Jalan RE Martadinata, Samarinda, pada Selasa (10/12), mulai pukul 16.00 WITA sampai selesai.
Rangkaian aksi HAM selama 30 hari itu diisi dengan berbagai kegiatan, mulai dari diskusi publik, penampilan teater, pembacaan puisi hingga demo memasak.
Acara diskusi publik hadir dengan tema ‘Meneropong Intensitas Pelanggaran HAM di Rezim Prabowo – Gibran’. Panitia menghadirkan 3 narasumber, yakni: Maretasari (Dinamisator Jatam Kaltim), Alfian (akademisi FH Unmul) dan M.Ilham Maulana (Ketua BEM KM Unmul).
Khusus acara teater diisi oleh anggota Komite HAM Dalam 30 Hari, sedangkan demo memasak menghadirkan Lelaki Dapur, aktivis dan seniman kuliner yang membela hak-hak pangan masyarakat lokal.
Seluruh rangkaian acara dilaksanakan dengan tujuan memajukan demokrasi, mendorong penyelesaian dan pemenuhan HAM serta meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam mendorong penegakan HAM.
Pergantian pucuk pimpinan, baik di tingkat nasional hingga daerah, menurut Komite HAM Dalam 30 Hari seharusnya bisa berdampak nyata terhadap penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, hingga pemenuhan hak hak masyarakat untuk hidup aman, nyaman dan sejahtera.
“Komite terus mendesak pemerintah agar menuntaskan kasus-kasus HAM berat yang belum terselesaikan sebelumnya. Untuk itu, pemerintahan harus mampu menunjukkan komitmennya, dengan cara memprioritaskan penuntasan kasus tersebut,” tulis komite dalam keterangannya di Samarinda, Rabu (11/12).
Rangkaian kegiatan yang digelar Komite HAM Dalam 30 Hari merupakan bentuk partisipasi masyarakat sipil yang tanpa lelah merawat ingatan dan menolak lupa atas banyak kasus pelanggaran HAM yang berusaha dilupakan, atau bahkan didegradasi oleh pemerintah sebagai kasus kejahatan biasa.
Melalui rangkaian aksi dan peringatan, Komite HAM Dalam 30 Hari juga ikut mengambil peran untuk melakukan pendidikan dan penyadaran HAM kepada masyarakat termasuk mengingatkan pemerintah tidak abai terhadap tanggungjawabnya.
Dalam pernyataannya, Komite HAM Dalam 30 Hari mencatat ada banyak kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum dituntaskan, sementara pelaksanaan HAM ke depan masih menjadi tantangan.
“Aparat penegak hukum yang seharusnya berada di garda depan untuk mewujudkan hak atas rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, ternyata kerap menjadi alat kekuasaan dan politik, yang hanya mengedepankan kepentingan kelompok tertentu,” tulisnya.
Aparat penegak hukum, menurut komite, semestinya melayani dan melindungi masyarakat. Bukan justru ikut mengitimidasi, meneror, menakuti-nakuti, melakukan kekerasan bahkan membunuh masyarakat hanya karena dibekali dengan senjata api.
Kecenderungan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melindungi kelompok kepentingan tertentu, menurut komite, semakin membuat masyarakat termajinalkan.
“Kenyamanan hidup bahkan keamanan nyawa masyarakat seperti tak ada yang menjamin. Rakyat dengan mudah kehilangan nyawanya hanya karena membela hak pribadi atau komunitas,” tulisnya.
Peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini, menurut Komite HAM Dalam 30 Hari, bukanlah selebrasi melainkan ungkapan keprihatinan dan sekaligus tantangan bagi pemerintah.
“Jika pemerintah tak mampu memenuhi hak-hak masyarakat, terutama rakyat kecil yang terpinggirkan, maka Komite HAM Dalam 30 Hari akan tetap berada di depan untuk melawan,” pungkasnya.