Adit Legawa, Lisa Kalah, Banjarbaru Perlu Sosok Baru

Aditya justru menunjukkan sikap legawa. Lisa Hallaby dikalahkan suara tak sah. Banjarbaru perlu sosok baru

Aditya Mufti Ariffin dan Lisa Hallaby. Foto: Ist

apakabar.co.id, JAKARTA – Pilkada Banjarbaru terus menjadi buah bibir. Setelah dimenangkan 100 persen oleh calon tunggal, kini oleh sikap Aditya M Ariffin.

November kemarin, Aditya rupanya membuat surat pernyataan legawa meski telah didiskualifikasi oleh KPU Banjarbaru. Surat itu ia tujukan ke Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.

“Saya menerima putusan dimaksud dan tidak melanjutkan tahapan Pilkada,” tulis Aditya dalam surat bertarikh 4 November.

Selanjutnya, Aditya menyatakan siap kembali menjalankan tugas sebagai wali kota Banjarbaru di sisa masa jabatannya selepas cuti kampanye.

“Demikian surat pernyataan ini saya buat tanda ada unsur paksaan pihak manapun untuk diketahui sebagai bahan tindak lanjut,” tulisnya dalam surat itu lagi.

Media ini sudah mengirimkan pesan singkat ke Aditya untuk meminta penjelasan. Namun tak ada respons.

Hasil Pilkada Banjarbaru telah keluar. Suara tak sah mengalahkan calon tunggal, Lisa Hallaby-Wartono. Belakangan, hanya Said Abdullah yang maju ke MK. Mantan calon wakil wali kota Banjarbaru menggugat KPU atas hasil pemilu barusan.

Sikap bertolak belakang Aditya belakangan menimbulkan pertanyaan baru. Apalagi sampai membuat surat pernyataan sikap. Untuk apa?

Doktor politik jebolan Universitas Brawijaya, Uhaib Asad melihat sikap yang ditunjukkan Aditya sebagai bentuk pengkhianatan. “Ini pengkhianatan terhadap warga yang sedang berjuang melawan rezim penyelenggara pemilu yang zalim,” jelas Uhaib, Sabtu (14/12).

Seharusnya Aditya menemani perjuangan warganya. Bahkan ikut menguggat. Termasuk membuktikan ketidakbecusan penyelenggara pemilu yang diduga sudah diintervensi, “Oleh kepentingan tertentu atau para pemilik modal,” jelas Uhaib.

Uhaib melihat perhelatan Pilkada Banjarbaru 2024 menjadi yang paling brutal. Ini akan menjadi catatan kelam bagi sejarah demokrasi Banjarbaru. Termasuk sikap minor Aditya.

“Aneh tapi nyata justru Aditya memilih diam dan senyap di tengah gemuruh protes politik warganya,” jelas Uhaib.

Uhaib melihat gelombang perlawanan warga akan semakin menguat. Pilkada Banjarbaru yang hanya menyajikan calon tunggal sampai hari ini bukanlah representasi warga.

Uhaib tak menampik sikap legawa Aditya ini pasti dilatari adanya tekanan luar. Yang mungkin saja ke orang-orang terdekatnya. Namun bagi Uhaib, tak penting melihat itu. Sebab sudah menjadi risiko setiap calon pemimpin.

“Dia hanya bukan tipe petarung politik, tapi politisi cari selamat di tengah suasana kebatinan warga yang sedang berjuang merebut hak politiknya,” jelas dosen ilmu sosial dan politik Universitas Islam Kalimantan ini.

Butuh Sosok Baru

Di detik-detik terakhir jelang kontestasi, secara mengejutkan KPU Banjarbaru menganulir pencalonan sang petahana Aditya-Said Abdullah. Pilkada di ibu kota provinsi Kalimantan Selatan pun terasa hambar hanya dengan calon tunggal.

Hasilnya tak kalah mengejutkan. Suara tak sah yang menembus angka 78 ribu memenangi Pilkada Banjarbaru. Sedang satu-satunya calon Lisa Hallaby-Wartono, yang diusung oleh Gerindra, Golkar, PDIP, PAN, Demokrat, NasDem, Gelora, PKS, PSI, Perindo, PBB, Garuda dan PKB hanya meraup 36 ribu suara.

Jika format kotak kosong sesuai UU Pemilu diikuti oleh KPU, maka Pilkada ini harusnya diulang. Besarnya angka suara tak sah bukanlah cerminan harapan penduduk Banjarbaru. Meski suara tak sah lebih banyak, nyatanya KPU tetap memenangkan Lisa. Bahkan, tak ada protes apapun dari Bawaslu. Inilah yang sedang digugat masyarakat ke MK.

Pakar antropologi Kalimantan Selatan, Nasrullah melihat masyarakat Banjarbaru sudah membutuhkan sosok baru. Di luar nama Aditya dan Lisa Hallaby.

“Sosok yang bisa menjadi harapan baru,” jelas pengajar di Universitas Lambung Mangkurat ini, dihubungi terpisah, Sabtu (12/4).

Bahwa Aditya telah didiskualifikasi, dan Lisa Hallaby dikalahkan oleh suara tak sah, Nasrullah melihat masyarakat sudah tak lagi meratapi itu. Dibuktikan dengan terus meluasnya gelombang penolakan hasil pemilukada.

“Ibarat novel, kita tinggalkan cerita Adit, dan Erna Hallaby, kita beranjak ke cerita lain dalam setting Banjarbaru di mana orang-orang sedang memperjuangkan demokrasi,” sambung Inas – sapaan Nasrullah.

Dalam imajinasi warga saat ini, Inas berpikir, perjuangan mereka menggugat hasil Pilkada Banjarbaru perlu dibersamai. Inas pun meyakini dari gejolak yang muncul atas penolakan warga terhadap hasil pemilukada akan memunculkan tokoh-tokoh baru di luar Adit dan Lisa. Entah itu dari kalangan masyarakat sipil, aktivis, praktisi, akademisi, atau wakil rakyat di  gedung parlemen. Inilah yang mungkin menjadi harapan baru Banjarbaru.

“Kalsel tidaklah pernah kekurangan stok pemimpin yang cerdas dan berkualitas seperti Adit,” jelas Inas.

244 kali dilihat, 25 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *