Pemilu  

Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Perludem: Tetap Konstitusional

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon terkait dengan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) minimal 4 persen dari suara sah secara nasional.

Uji materiil dilakukan ketika rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 masih berlangsung yang dijadwalkan selesai pada 20 Maret 2024.

Itu sebabnya banyak yang menduga, Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 akan meloloskan semua partai politik peserta Pemilu Anggota DPR RI bakal lolos ke Senayan (Gedung MPR/DPR/DPD RI), asalkan meraih suara terbanyak di daerah pemilihan (dapil), meski tak capai parliamentary threshold.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati (Ketua Pengurus Yayasan Perludem) dan Irmalidarti (Bendahara Pengurus Yayasan Perludem) mengajukan permohonan pengujian UU No. 7/2017 terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Dalam perkara itu, Perludem menggugat frasa “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.

Perludem ingin norma pada pasal tersebut diganti menjadi “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan: a. Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan; b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.

Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 dinyatakan bahwa norma Pasal 414 ayat (1) UU No. 7/2017 adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu Anggota DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu Anggota DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai ambang batas parlemen sebagaimana ketentuan dalam norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 perlu segera ada perubahan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, di antaranya:

“Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan,” katat Titi dalam keterangannya, Jumat (1/3).

Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen, termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen, dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional.

“Itu untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR,” jelasnya.

Ketiga, perubahan itu dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.

Kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

“Termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR,” kata Titi.

Oleh sebab itu, Titi berharap, ke depan, pembentuk undang-undang harus merumuskan ambang batas parlemen secara terbuka, transparan, akuntabel, dan partisipatoris. Pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI, perlu memperhatikan pemenuhan kedaulatan rakyat, proporsionalitas hasil pemilu, serta penyederhanaan partai.

“Juga menggunakan metode yang terukur dan jelas, sehingga rasionalitas kebijakan tetap terjaga,” paparnya.

Sebagai informasi, Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (29/2), mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian terkait ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 7/2017.

Pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan Mahkamah tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4 persen dimaksud dalam pasal tersebut.

Saldi menyebut angka ambang batas parlemen tersebut akan berdampak pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.

Berdasarkan hal tersebut, kata Saldi, dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak disusun sesuai dengan dasar metode dan argumen yang memadai, pada dasarnya dapat dipahami oleh Mahkamah.

33 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *