Gubernur Kaltim Dikecam soal Truk Batu Bara di Jalan Umum

Trus besar mengangkut batu bara di jalan umum. Foto: Mongabay

apakabar.co.id, JAKARTA – Pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Masud, yang membolehkan truk batu bara melintasi jalan umum asalkan mengedepankan keselamatan, menuai kecaman.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai pernyataan itu menyalahi Perda Kaltim Nomor 12 Tahun 2012 yang secara tegas melarang truk hauling menggunakan jalan negara.

“Itu pernyataan yang keliru. Berarti menyalahi Perda yang sudah dibuat,” tegas Djoko, yang juga sebagai Ketua Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia.

Beleid dimaksud Djoko adalah Perda Kaltim Nomor 12 Tahun 2012, yang secara tegas melarang truk batu bara menggunakan jalan umum. Apa pun alasannya, menurut Djoko, truk hauling tidak boleh membaur dengan kendaraan masyarakat.

“Keselamatan pengendara lain harus menjadi pertimbangan prioritas,” lanjut Djoko, yang juga dosen teknik sipil.

Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa Pasal 91 ayat 1 UU Minerba Nomor 3/2020 mengamanatkan perusahaan tambang untuk menggunakan jalan khusus (hauling) guna mengangkut hasil tambang mereka.

Bila tidak mampu membangun sendiri, Pasal 91 ayat 2 memperbolehkan perusahaan tambang bekerja sama dengan pihak lain untuk membangun jalan khusus tersebut.

“Perusahaan harus bangun jalan khusus. Kalau praktiknya dibiarkan memakai jalan umum, mungkin sudah masuk angin,” sindir Djoko.

Ia menyatakan lebih sepakat dengan kebijakan Gubernur Kalimantan Selatan, Muhidin, yang tegas melarang truk batu bara menggunakan jalan negara.

“Masyarakat sebaiknya memviralkan pelanggaran seperti ini,” sarannya.

Kalimantan Timur memiliki Perda Nomor 10 Tahun 2012, sebagai turunan dari UU Minerba, yang juga mengatur larangan truk batu bara melintasi jalan negara. Namun, peraturan ini belum sepenuhnya ditegakkan.

Buktinya, hingga hari ini warga Dusun Muara Kate masih berjibaku menghadang truk-truk batu bara dari Kalimantan Selatan yang hendak mengangkut emas hitam menuju Desa Rangan, Kaltim.

Konflik pun pecah. Pada 15 November 2024, posko warga penolak hauling di Muara Kate diserang. Russell (60), tokoh warga, tewas. Anson (55) mengalami luka kritis. Hingga kini, pelaku pembunuhan Russell belum tertangkap.

Tepat 150 hari setelah tragedi itu, pada 15 April 2025, ribuan warga menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Kaltim. Mereka menuntut agar truk-truk hauling ditertibkan dan pelaku pembunuhan segera ditangkap.

Menanggapi desakan itu, Gubernur Rudy Masud mengaku memahami benar UU Minerba karena pernah menjadi anggota DPR RI di Komisi Pertambangan.

“Saya tahu persis bagaimana dengan UU Minerba ini. Boleh menggunakan jalan umum, asal menjaga keselamatan. Kalau tidak selamat, ya tidak boleh. Jangan sampai merusak jalan,” ujar Rudy di hadapan para pedemo.

Pernyataan Rudy kembali menuai kritik, karena dinilai menyederhanakan amanat undang-undang dan mengabaikan aturan daerah yang sudah berlaku lebih dari satu dekade.

Pengacara publik dari LBH Samarinda, Irvan menjelaskan dalam konteks Muara Kate, perusahaan tidak hanya menggunakan jalan negara tapi melakukan kejahatan berdimensi pelanggaran HAM kepada warga.

“Aksi premanisme dan intimidasi juga [perusahaan] lakukan dengan vendor-vendornya,” jelasnya.

 

21 kali dilihat, 2 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *