Surat untuk Sara: Suara Ibu Nelayan Kupang untuk Perubahan Iklim

Yasinta Adoe. Photo: Hivos Indonesia

apakabar.co.id, JAKARTAKrisis iklim semakin nyata dirasakan oleh masyarakat di berbagai pelosok Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah pesisir. Salah satu suara yang lantang muncul dari Yasinta Yunita Adoe, seorang ibu dan nelayan perempuan dari pesisir Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Yasinta menulis surat terbuka kepada Anggota DPR RI Komisi VII, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang juga keponakan Presiden Prabowo Subianto.

Surat ini bukan sekadar pesan pribadi. Ini adalah bentuk seruan dari masyarakat terdampak krisis iklim kepada para pengambil kebijakan nasional.

Yasinta mendesak adanya komitmen kuat dalam transisi energi bersih dan peningkatan ambisi penurunan emisi dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia.

Peluncuran ‘Surat untuk Sara’ diinisiasi oleh 350.org Indonesia, Yayasan PIKUL, Climate Rangers Jakarta, WeSpeakUp.org, dan Majelis Nelayan Bersatu Kota Kupang. Acara ini dikemas dalam diskusi publik daring pada Jumat, 25 April 2025 lalu.

Dalam diskusi tersebut, Yasinta berbagi kisahnya. Ia bercerita tentang bagaimana keluarga dan masyarakat pesisir seperti dirinya menjadi kelompok yang paling merasakan dampak perubahan iklim.

Ketika Siklon Seroja melanda, orang tuanya kehilangan perahu dan alat tangkap ikan. Hingga kini, belum ada bantuan konkret dari pemerintah untuk memulihkan kehidupan mereka.

Surat Yasinta lahir dari kegelisahan akan minimnya perlindungan bagi nelayan setelah bencana. Meski sudah ada berbagai upaya advokasi di tingkat daerah, belum ada respons kebijakan yang nyata.

Surat ini menjadi langkah strategis untuk mengangkat suara rakyat kecil ke tingkat nasional, khususnya kepada Rahayu Saraswati agar memperjuangkan aspirasi mereka di parlemen.

Diskusi ini juga mengkritisi lambatnya upaya Indonesia dalam transisi energi bersih. Dunia kini menghasilkan lebih dari 30% energi dari sumber terbarukan, namun Indonesia baru memanfaatkan kurang dari 1% potensi energi terbarukannya.

Sisilia Nurmala Dewi dari 350.org Indonesia menegaskan, Surat untuk Sara adalah bentuk partisipasi publik dalam demokrasi. Ia menyerukan agar target energi terbarukan Indonesia ditingkatkan tiga kali lipat untuk mencapai solusi krisis iklim.

“Tanpa perubahan ini, target net zero emission 2050 hanyalah mimpi belaka,” ujarnya di Jakarta, Senin (28/4).

Dina Soro dari Yayasan PIKUL menambahkan, wilayah Indonesia Timur, termasuk NTT, berada di garis depan krisis iklim. Kekeringan, badai, dan gagal panen menjadi bukti nyata bahwa krisis ini sudah terjadi sekarang, bukan di masa depan.

Isu keadilan antar generasi juga menjadi perhatian. Febriani Nainggolan dari Climate Rangers Jakarta mengingatkan bahwa anak muda akan menjadi kelompok yang paling lama menanggung dampak krisis jika kebijakan tidak berubah.

Ia mendorong anak muda untuk terlibat aktif, mulai dari kampanye, menyuarakan opini di media sosial, hingga membangun solidaritas dengan komunitas akar rumput.

Diskusi ini merupakan ajakan kepada semua masyarakat untuk turut aktif dalam mendorong kebijakan iklim yang lebih adil dan berpihak pada kelompok rentan. Mari dukung Ibu Sinta dan para nelayan pesisir lainnya dengan membaca dan mendukung ‘Surat untuk Sara’ di: bit.ly/suratuntuksara.

367 kali dilihat, 367 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *