apakabar.co.id, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengemukakan kericuhan pada bursa kerja atau job fair yang digelar Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi di Jababeka, Cikarang Utara, Jawa Barat, Selasa (27/5), mencerminkan mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan.
Di sisi lain, insiden tersebut menunjukkan ketidaksiapan manajerial pemerintah dalam menangani animo masyarakat yang tinggi terhadap akses kerja.
“Kejadian ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan, sekaligus buruknya mekanisme teknis yang diterapkan panitia,” kata Nurhadi dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Selasa (3/6).
Baca juga: Menaker Komentari Job Fair di Bekasi Berujung Ricuh
Nurhadi pun menyayangkan kericuhan terjadi hanya karena berebut scanner kode QR yang berisi daftar perusahaan pembuka lowongan kerja.
“Seharusnya antisipasi terhadap lonjakan pengunjung, manajemen alur peserta, distribusi informasi digital, dan pemecahan titik lokasi acara sudah menjadi standar minimum dalam penyelenggaraan job fair berskala besar, apalagi di tengah badai PHK seperti ini,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah daerah seharusnya menyadari pula bahwa job fair bukan sekadar ajang seremonial tahunan, melainkan representasi dari pengangguran struktural yang menjadi masalah besar di tengah masyarakat.
“Job fair harus menjadi jalan keluar nyata menuju pekerjaan yang layak, aman, dan bermartabat. Bukan cuma seremonial,” katanya.
Baca juga: Kemnaker Integrasikan Data PHK dengan BPJS Ketenagakerjaan
Untuk itu, dia menambahkan pendekatannya tidak bisa hanya tentang administratif atau event based semata, tetapi perlu dilihat sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam pembangunan ketenagakerjaan daerah.
“Lebih dari 25.000 orang pencari kerja memadati satu titik lokasi, insiden saling dorong hingga ada yang pingsan menjadi bukti bahwa sistem dan perencanaan acara belum sensitif terhadap realitas di lapangan,” tuturnya.
Legislator itu mengatakan pemda perlu menegaskan tanggung jawab perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Bekasi yang merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara.
Dia memandang perusahaan yang menempati kawasan industri di Bekasi serta mendapat insentif, kemudahan, dan manfaat dari keberadaan di wilayah ini harus didorong agar ikut berkontribusi nyata dalam membuka dan menyerap tenaga kerja lokal.
“Perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Bekasi tidak boleh hanya menikmati fasilitas, tetapi juga wajib menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar,” ucapnya.
Baca juga: Menaker Siapkan Mitigasi Potensi PHK di Industri Perhotelan
Karena itu, kata Nurhadi, pemerintah harus memastikan adanya regulasi yang mengingat dan mendorong keterlibatan aktif sektor industri dalam mengurangi angka pengangguran.
Nurhadi menyebut sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi masalah membludaknya pencari kerja saat ini maka penyelenggaraan job fair dapat dilakukan secara terdesentralisasi di berbagai kecamatan atau zona industri.
“Pemerintah juga bisa memperkuat platform daring yang memungkinkan pencari kerja mengakses informasi lowongan tanpa harus berdesakan secara fisik,” katanya.
Pemerintah Perlu Melakukan Evaluasi
Anggota DPR yang membidangi komisi terkait ketenagakerjaan itu pun meminta pemerintah mengevaluasi ketersediaan dan kesesuaian lapangan kerja dengan profil keterampilan para pencari kerja, termasuk memperbanyak pelatihan vokasional dan bimbingan karier apabila ketidakcocokan terlalu tinggi.
“Termasuk sinergi dengan dunia usaha harus lebih ditekankan lagi. Kita tidak bisa membiarkan ribuan warga terus mengantre hanya demi men-scan QR,” paparnya.
Baca juga: Ngos-ngosan Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen
Selain itu, dia meminta pemerintah hadir dengan perencanaan yang lebih manusiawi, adil, dan berbasis data sehingga pencari kerja tidak menjadi korban dari manajemen buruk.
Menurut dia, hal itu penting mengingat fenomena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) berkorelasi dengan besarnya animo masyarakat terhadap peluang akses mendapat pekerjaan, termasuk melalui ajang seperti job fair.
“Dengan angka pengangguran yang masih tinggi dan keresahan sosial yang mulai terlihat dalam bentuk kericuhan seperti ini, job fair ke depan tidak boleh lagi menjadi simbol kepanikan kolektif,” katanya.