MCM Cuan Triliunan Caplok Jalan Nasional Kaltim-Kalsel Jadi Hauling

Warga berbicara dengan para sopir truk yang menggunakan jalan negara mengangkut batu bara, 2 Juni 2024. Foto: apakabar

apakabar.co.id, JAKARTA – Jalan nasional sepanjang 135 kilometer yang menghubungkan Kabupaten Tabalong (Kalsel) dan Kabupaten Paser (Kaltim) tak ubahnya jalur maut.

Saban malam, ratusan hingga ribuan truk hauling milik PT Mantimin Coal Mining (MCM) melaju tanpa ampun, mencabik ruang hidup warga dan mengangkut batubara bernilai triliunan.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur menilai aktivitas ini sebagai bentuk “perampasan jalan negara” yang dilegalkan diam-diam oleh pembiaran pemerintah.

Dalam konferensi pers, Selasa (18/6), Dinamisator JATAM Kaltim Mareta Sari menyebut negara bukan hanya lamban, tapi juga nyaris abai terhadap deretan tragedi yang menimpa warga.

“Kalau sampai Oktober–November belum juga tuntas, itu berarti sudah setahun pembiaran. Ini bukan sekadar lambat, tapi nyaris diabaikan,” tegas Mareta.

Tragedi demi tragedi telah terjadi akibat aktivitas hauling di jalan umum yang seharusnya dilarang. Pada Mei 2024, seorang ustaz bernama Teddy tewas tertabrak truk tambang. Menyusul pada Oktober 2024, pendeta Veronika meninggal karena truk gagal menanjak di jalur rawan.

Hingga akhirnya pada 15 November 2024, posko warga di Muara Kate diserang, Russell dibunuh, dan Anson (55) terluka parah.

Sudah 215 hari berlalu, namun pembunuh Russell belum ditemukan. Truk-truk hauling masih terus beroperasi diam-diam, bermain kucing-kucingan dengan warga yang terus berjaga di perbatasan hingga di tengah kota.

Mareta menilai respons Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan kehadiran Wakil Presiden Gibran ke Muara Kate belum menyentuh akar masalah. Salah satunya adalah ketidakjelasan sikap atas tuntutan warga agar pelaku pembunuhan diungkap.

“Kita mendesak kasus ini dibuka seterang-terangnya. Siapa dalangnya? Apa motifnya? Paman Russell selama ini aktif dalam gerakan penolakan hauling. Warga perlu keadilan, bukan basa-basi,” ujar Mareta.

JATAM menduga pembunuhan terjadi karena aksi warga menolak aktivitas hauling batubara MCM. Mareta menegaskan penanganan kasus ini bukan hanya tanggung jawab gubernur, tapi juga aparat penegak hukum.

“Penegakan hukum adalah kewenangan kepolisian. Mereka harus serius mengungkap siapa aktor intelektual di balik peristiwa ini,” katanya.

Mareta juga mengkritik rencana Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud yang membolehkan truk hauling lewat jalan umum dengan sistem sif malam, sebagai solusi jangka pendek yang tidak logis dan berbahaya.

“Jalan sepanjang 135 km itu rusak, jembatan banyak yang putus. Dengan target angkut 8.000 ton per hari, butuh sekitar 1.600 truk ukuran kecil. Itu berarti antrean 13 km setiap malam. Mustahil dan sangat membahayakan warga,” ujarnya.

Media ini sudah menghubungi Kapolda Kaltim Irjen Endar Priantoro. Namun nomor selulernya tak lagi aktif.

JATAM menyebut MCM meraup untung triliunan rupiah dari aktivitas hauling lewat jalur nasional selama 18 bulan terakhir.

“Sejak September 2023 hingga Januari 2025, diperkirakan keuntungan mencapai 94 juta USD atau sekitar Rp1,5 triliun. Sekitar 75% batubara MCM dikirim lewat jalur Kaltim, sisanya Kalimantan Selatan,” kata Mareta.

Menurutnya, yang diuntungkan jelas perusahaan, sementara warga justru hidup dalam ketakutan, harus berjaga sepanjang hari, dan berhadapan langsung dengan bahaya di jalan umum.

JATAM juga menyoroti celah hukum yang memungkinkan penggunaan jalan umum untuk hauling melalui Pasal 91 UU Minerba hasil revisi 2020.

Revisi ini, kata Mareta, disahkan di tengah pandemi dengan partisipasi publik minim, dan salah satu yang terlibat dalam pembahasannya adalah Rudy Mas’ud, kini Gubernur Kaltim.

“Sejak 2012, Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 sudah melarang hauling di jalan umum. Tapi pelanggaran terus dibiarkan. Dari ustaz Teddy, pendeta Veronika, hingga Paman Russell, semua jadi korban akibat pembiaran sistematis,” katanya.

Dalam rapat terbatas di Sekretariat Wakil Presiden, Senin (16/6), Pemprov Kaltim menyatakan jalan hauling MCM akan dialihkan ke jalan milik PT Tabalong Prima, anak usaha Jhonlin Group milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.

Namun, pernyataan ini justru dibarengi kelonggaran sementara bahwa truk kecil tetap boleh melintas di jalan nasional pada malam hari.

Padahal, BBPJN telah menyatakan aktivitas hauling oleh MCM dilakukan tanpa izin resmi, begitu juga dengan BPTD, mengingat praktik ini melabrak UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 sebagai turunannya.

“Kalau jalan hauling belum siap, operasional tambang seharusnya dihentikan. Jangan justru warga yang dikorbankan,” tegas Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno.

JATAM mendesak Wapres dan kementerian turun langsung memeriksa aktivitas MCM. Bila terbukti melanggar, sanksi tegas harus dijatuhkan.

“Jangan beri panggung pada solusi semu seperti sif malam atau jalan alternatif tanpa dasar hukum jelas. Ini bukan soal teknis, ini soal keberpihakan. Negara harus berhenti memihak perusahaan tambang yang jelas-jelas merugikan rakyat,” tutup Dinamisator JATAM Kaltim Mareta Sari.

Media ini sudah dua kali mendatangi Cityloft Apartement Sudirman Jakarta. Namun kantor PT MCM tersebut sudah tak lagi aktif. Kontak yang terhubung dengan Andreas Purba yang dikenal warga sebagai humas MCM juga tak merespons upaya konfirmasi media ini.

 

13 kali dilihat, 13 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *