Warga Gede-Pangrango Tolak Proyek Geotermal: Warisan Leluhur Terancam

Ratusan warga lereng Gunung Gede-Pangrango duduk memadati halaman Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) di Cibodas, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (17/7). Mereka menggelar aksi penolakan terhadap proyek panas bumi (geotermal) yang dinilai mengancam ruang hidup, sumber air, dan warisan leluhur mereka. Foto: istimewa

apakabar.co.id, JAKARTA – Warga Gunung GedePangrango menyatakan penolakan terhadap proyek geotermal yang akan merusak warisan leluhur dan ruang hidup. Pernyataan tersebut disampaikan dalam aksi merespon surat undangan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). Lebih dari 100 warga datang memenuhi undangan tersebut.

Dalam undangan bertarikh 16 Juli 2025 itu, Balai Besar TNGGP meminta 79 warga penggarap lahan datang ke kantor mereka di Cibodas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur pada 17 Juli 2025 untuk “Pemutakhiran Data Penggarap dan Orientasi Batas Area Kerja Eksplorasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Pemanfaatan Panas Bumi di TNGGP Seluas 5,46 Hektare.” Surat diteken oleh Kepala Balai Besar TNGGP, Arief Mahmud.

“Saya bukan penggarap lahan. Tidak punya tanah garapan. Saya datang ke sini dan menolak geotermal karena mengancam ruang hidup saya,” kata Soenarjo Sugiarto, perwakilan warga di lereng Gunung Gede-Pangrango.

PT Daya Mas Geopatra Pangrango–salah satu anak usaha Sinar Mas–mulai melakukan eksplorasi panas bumi di lereng Gunung Gede-Pangrango pada paruh kedua 2022. Eksplorasi disertai upaya pematokan dan pembebasan lahan–baik untuk akses jalan maupun pengeboran panas bumi.

“Air-air yang mengalir dari Gunung Gede-Pangrango bukan hanya turun ke seluruh Cianjur, melainkan juga Bogor, Sukabumi hingga Provinsi Banten,” kata Cece Jaelani, seorang perwakilan warga lainnya.

Gunung Gede-Pangrango merupakan sumber mata air bagi empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di tiga provinsi, masing-masing Citarum, Cimandiri, Cisadane serta Ciliwung.

Setidaknya ada 94 titik mata air yang tersebar di kawasan TNGGP dengan debit air mencapai 594,6 miliar liter per tahun atau setara 191,1 juta liter per detik yang mampu menyangga kebutuhan air bersih untuk sekitar 30 juta manusia.

Bagi Aryo, sapaan Soenarjo Sugiarto, “geotermal akan merusak warisan leluhur, ekosistem hutan dan bentang air serta meracuni udara.”

Ia juga bertanya ke arah pagar kantor Balai Besar TNGGP yang sore itu dijaga aparat gabungan: “Yang di dalam situ ada yang bisa menyangkal bahwa geotermal meracuni udara?”

“Silakan disangkal,” katanya menutup orasi.

Aksi berlangsung sekitar tiga jam hingga sekitar pukul 17.00 WIB. Namun, Arief Mahmud tak terlihat hingga massa membubarkan diri.

88 kali dilihat, 88 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *