Tarif Impor AS untuk RI Terendah, Ancaman Kompetitor Mengintai

Foto ilustrasi aktivitas ekspor-impor. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta pemerintah mewaspadai dampak turunnya tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 19 persen yang dinilai terendah se-Asia Tenggara.

Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF, Heri Firdaus menerangkan rendahnya tarif yang ditetapkan untuk Indonesia tidak secara otomatis akan membuat produk ekspor Indonesia menjadi lebih berdaya saing dibandingkan dengan Vietnam, Malaysia dan Bangladesh.

“Jadi tarif kecil belum tentu aman, belum tentu lebih unggul dari negara lain. Kita harus melihat lagi kondisi eksistingnya, apakah sudah lebih efisien dari mereka dalam membuat suatu barang,” katanya dalam Diskusi Publik “Tarif Amerika Turun, Indonesia Bakal Turun?” dipantau di Jakarta, Senin (21/7).

Baca juga: Hindari Ketergantungan ke AS, INDEF: Uni Eropa Pasar Potensial

Heri menjelaskan bahwa pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk Vietnam, Malaysia dan Bangladesh, khususnya pada sektor tekstil, pakaian jadi dan alas kaki, belum nilai ekspor akan mengalami penurunan yang lebih besar daripada Indonesia.

Menurutnya, hal ini berkaitan dengan daya saing kompetitif. Selain faktor tarif, yang harus diperhatikan adalah biaya produksi dari suatu produk, seperti bahan baku, listrik, logistik hingga transportasi. Dengan adanya penambahan tarif, tentu harga jual suatu barang akan semakin mahal.

Akan tetapi, Vietnam atau negara-negara kompetitor memiliki biaya produksi yang lebih efisien dibanding dengan Indonesia, sehingga saat barang tersebut masuk Amerika Serikat harga jual tidak akan lebih tinggi dari produk asal Indonesia.

“Jadi mentang-mentang kita 19 persen, negara lain lebih tinggi kok, tenang saja. Belum tentu juga. Ya lihat lagi biaya untuk menciptakan produk itu gimana di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain,” ujarnya.

Baca juga: Jokowi Puji Kepiawaian Prabowo Negosiasi Tarif Impor dengan Trump dan Uni Eropa

Heri menekankan bahwa pemerintah harus memperhatikan dari sisi Incremental Capital Output Ratio (ICOR), atau rasio yang menggambarkan efisiensi pemanfaatan modal dalam proses produksi.

Menurutnya, ICOR Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara kompetitor yang menjual barangnya di Amerika Serikat. Sementara negara seperti Vietnam telah menurunkan ICOR dengan efisiensi energi, logistik dan tenaga kerja.

“Kita optimistis karena tarifnya lebih kecil, negara lain tarifnya lebih gede, pasti naiknya lebih gede. Nah bisa jadi negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, Bangladesh mereka melakukan efisiensi dalam hal biaya produksi. Nah itu yang PR kita,” jelasnya.

3 kali dilihat, 3 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *