Sport  

Peran Simon Tahamata Diabaikan, Scouting Timnas Indonesia U-17 Dipertanyakan

Para pemain Timnas Indonesia U-17. Foto: PSSI

apakabar.co.id, JAKARTA – Proses seleksi pemain Timnas Indonesia U-17 yang tengah menjalani pemusatan latihan (TC) di Bali sejak awal Juli 2025 menuai sorotan tajam.

Kritik datang dari banyak pihak, termasuk mantan pemain timnas, terhadap sistem perekrutan pemain diaspora yang dinilai tidak melalui prosedur dan mekanisme yang seharusnya.

Di tengah euforia persiapan menuju Piala Dunia U-17 2025 di Qatar, publik justru mempertanyakan keputusan pelatih Nova Arianto dan timnya dalam memanggil sembilan pemain abroad yang mayoritas belum pernah tampil dalam ajang resmi.

Masalah muncul karena beberapa pemain yang dipanggil disebut berasal dari rekomendasi agen, bukan hasil scouting resmi federasi.

“Kalau cara perekrutannya seperti ini, lalu apa peran tim scouting? Dimana peran Simon Tahamata yang katanya menjabat sebagai Head Scouting usia muda? Faktanya, justru pemain-pemain ini datang lewat jalur agen, bukan hasil pemantauan yang sahih,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebut namanya.

Salah satu kejanggalan paling mencolok adalah adanya pemain kelahiran 2010 yang dipanggil ke TC. Padahal secara usia belum masuk kualifikasi untuk tampil di Piala Dunia U-17 tahun ini.

Bahkan, ada pemain yang diminta bergabung saat masih dalam masa liburan dan belum dalam kondisi fisik terbaik.

Pola ini memicu kekhawatiran soal kualitas tim dan keberpihakan pada pemain lokal.

Mantan bek Timnas Indonesia, Gunawan Dwi Cahyo, menyayangkan keputusan memanggil pemain diaspora tanpa prosedur yang jelas.

“Harusnya semua pemanggilan pemain melalui jalur resmi, lewat kepala scouting. Kalau lewat agen, tentu yang diprioritaskan bukan kualitas, tapi keuntungan,” ujarnya.

“Pemain muda diaspora itu kualitasnya gak jauh beda dengan pemain-pemain kita. Jadi buat apa kalau cuma setara, lebih baik ambil dari kompetisi lokal yang jelas pembinaannya,” lanjutnya.

Gunawan juga menegaskan bahwa sistem instan seperti ini tak akan membawa kemajuan jangka panjang.

“Kita seharusnya perbanyak kompetisi usia muda dan beri panggung ke pemain lokal. Jangan andalkan jalur pintas yang justru merusak karakter pembinaan,” katanya.

Hal senada disampaikan oleh legenda Persija Jakarta, Ismed Sofyan, yang menyatakan tak setuju dengan penggunaan pemain naturalisasi di kelompok umur.

“Kita ini punya EPA, Piala Soeratin, bahkan Diklat Ragunan. Banyak pemain potensial, tapi mereka seperti tak tersentuh oleh sistem scouting. Ini yang jadi pertanyaan,” tegas Ismed.

Menurutnya, pada level usia muda, peta kekuatan di Piala Dunia tak akan jauh berbeda. “Ini bukan senior. Pemain kita masih bisa bersaing. Masalahnya justru ada di sistem seleksi, bukan talentanya,” lanjutnya.

Pemusatan latihan yang berlangsung dari 7 Juli hingga 10 Agustus 2025 ini diikuti 34 pemain. Di antaranya, nama-nama baru dari luar negeri seperti Feike Muller (Willem II), Lionel De Troy (Palermo), Nicholas (Rosenborg), dan lainnya.

Meski upaya mencari keseimbangan komposisi diapresiasi, pendekatan yang tidak transparan dinilai berisiko merugikan ekosistem sepak bola nasional.

Saat ini publik menunggu respons dari PSSI dan Ketua Umum Erick Thohir terkait sorotan ini. Khususnya soal evaluasi peran Head Scouting Simon Tahamata, transparansi dalam pemanggilan pemain diaspora, serta masa depan pembinaan usia muda yang lebih berjenjang dan meritokratis.

 

6 kali dilihat, 6 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *