apakabar.co.id, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta pengusaha media menaati pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2024 bagi jurnalis dan pekerja media. Hal itu mengacu Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan yang diterbitkan pada 15 Maret lalu.
Riset AJI pada 21 Februari 2023 hingga 10 April 2023 menemukan 50,1 persen jurnalis hanya menerima upah bulanan tanpa tambahan lainnya. Ini artinya masih banyak jurnalis di berbagai daerah yang belum mendapatkan tunjangan seperti THR. Khususnya pekerja lepas yang telah lama diabaikan hak-hak dasarnya sebagai pekerja media.
“THR merupakan hak jurnalis dan pekerja media, baik yang berstatus tetap atau kontrak. Selama ini perusahaan media baik nasional atau asing menyamarkan status jurnalis sebagai pekerja lepas agar tidak membayar THR,” ujar Edi Faesol, Koordinator Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (21/3).
AJI mengingatkan Surat Edaran Menaker tersebut juga sejalan dengan Pasal 14 Peraturan Dewan Pers Nomor:03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers yang berbunyi, “Perusahaan Pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun.” Dalam konteks Indonesia, gaji ke-13 tersebut kerap diterjemahkan sebagai THR Keagamaan.
Selain itu, AJI menilai pemberian THR bagi jurnalis dan pekerja media untuk menjaga independensi media dalam pemberitaan dan mencegah praktik suap yang melibatkan narasumber, swasta, atau pemerintah. Sebab momentum hari raya keagamaan kerap digunakan orang yang tidak bertanggung jawab untuk meminta THR atas nama jurnalis atau media.
“AJI Indonesia mendorong pemerintah dan swasta untuk tidak memberikan uang THR kepada jurnalis dan perusahaan media, praktik ini merupakan bagian suap dan korupsi jika menggunakan anggaran negara,” ujar Sasmito Madrim, Ketua Umum AJI Indonesia.
Untuk itu, AJI Indonesia mendorong pengusaha media untuk membayar THR bagi jurnalis dan pekerja media dengan jumlah penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
“Termasuk memastikan perusahaan media memberikan THR yang lebih jika diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama yang lebih baik dibandingkan peraturan perundang-undangan,” kata Sasmito.
AJI Indonesia juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pembayaran THR guna menjamin hak jurnalis dan pekerja media.
“Pemerintah juga perlu tegas dalam memberikan sanksi bagi pengusaha nakal yang tidak mau membayar THR mulai dari sanksi administratif hingga pembekuan usaha,” ujarnya.
Selain itu, AJI Indonesia mendorong Dewan Pers untuk mengingatkan perusahaan media agar mematuhi Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Media dan meminta swasta, serta pemerintah tidak memberikan suap dalam bentuk THR kepada insan pers.
“Jurnalis dan pekerja media yang tidak mendapatkan THR dapat melapor ke AJI dan akan ditindaklanjuti ke pengusaha media dan pemerintah,” tandasnya.