apakabar.co.id, JAKARTA – Koalisi Advokasi Pers dan Pemilu mengapresiasi komitmen kebebasan pers yang ditunjukkan oleh calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan, calon presiden nomor urut dua Ganjar Pranowo, dan tim sukses Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu terekam saat Deklarasi Kemerdekaan Pers Capres dan Cawapres yang digelar oleh Dewan Pers pada Sabtu (10/2)
Namun Koalisi menilai belum seluruh kandidat dan parpol pendukungnya memiliki rekam jejak kuat dan program konkret untuk melindungi kebebasan pers di Indonesia. Hal itu terlihat, ketika media arus utama masih terkonsentrasi di tangan segelintir elit yang terhubung langsung dengan partai politik dan kekuasaan.
“Cengkeraman kuat oligarki media tersebut merusak independensi media karena menjadikan media sebagai corong kepentingan politik dan bisnis pemiliknya,” ujar Ade Wahyudin dari LBH Pers yang merupakan bagian dari koalisi, Senin (12/2).
Koalisi juga menilai tidak ada transparansi pada kepemilikan dan sumber iklan media. Demikian juga dengan media penyiaran yang saat ini dibiayai oleh negara, belum mampu mengusung kepentingan publik sepenuhnya.
Sementara disrupsi digital turut berdampak pada perubahan pembaca media berita yang lebih banyak melalui media sosial. Iklan digital yang meningkat ternyata lebih banyak datang ke platform media sosial ketimbang ke media berita.
“Hal ini berdampak langsung pada media berita yang kesulitan mempertahankan bisnisnya secara stabil,” kata Ade.
Hal lain, ketergantungan pada model bisnis dari platform media sosial dapat mendorong media melahirkan jurnalisme bermutu rendah, rentan mengamplifikasi propaganda dan informasi yang belum terverifikasi, di tengah tsunami misinformasi yang mencemari ruang digital.
Kesejahteraan jurnalis juga masih memprihatinkan karena upah murah, status kontrak berkepanjangan, minimnya jaminan sosial, dan mudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja sepihak. Pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan kembali oleh Jokowi dan DPR RI pada 2023, kian melemahkan keamanan ekonomi jurnalis.
Hal lainnya, Papua masih tetap menjadi wilayah yang berbahaya bagi keamanan jurnalis dan media. Akses informasi yang tertutup, sehingga terlarang bagi jurnalis asing, dan akses terhadap internet yang sering dihambat.
Kebebasan pers, menurut Ade, menjadi pilar penting bagi demokrasi. Kompleksitas masalah-masalah yang menghambat kebebasan pers tersebut, telah berkontribusi pada menurunnya kualitas demokrasi, utamanya di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Oleh karena itu, tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden semestinya memiliki visi, misi, dan program yang serius untuk mengembalikan kebebasan pers sesuai kerangka hukum hukum internasional, regional dan nasional,” jelasnya.
Tinjauan Visi dan Misi
Hasil evaluasi terhadap dokumen visi dan misi kandidat capres-cawapres, pasangan nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mencantumkan program paling rinci terkait kebebasan pers.
Delapan poin yang disebutkan antara lain, revisi berbagai aturan yang menghambat, menindak kasus kekerasan terhadap pers, jaminan terhadap keterbukaan informasi, memfasilitasi ekosistem pers melalui dukungan regulasi dan fiskal serta menjamin kebebasan berserikat.
Namun Koalisi menilai program-program tersebut tak sejalan dengan jejak rekam tiga partai politik yang mendukung, yakni Partai Nasdem, PKB dan PKS.
“Ketiga fraksi partai tersebut turut menyetujui pengesahan KUHP baru dan revisi kedua UU ITE yang masih memuat pasal-pasal bermasalah yang membahayakan kebebasan pers. Kecuali PKS, Fraksi Nasdem dan PKB juga menyetujui pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang,” terang Ade.
Selain itu, pendiri dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh adalah pemilik gurita bisnis media di bawah Media Group. Pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, Media Group menjadi corong kepentingan politik Surya Paloh mendukung Joko Widodo menjadi Presiden Indonesia.
Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka hanya menyebutkan satu poin terkait kebebasan pers dalam dokumen visi dan misinya.
“Satu poin tersebut yakni mengembalikan dan menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab dan berintegritas dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat demi mewujudkan demokrasi yang sehat,” katanya.
Koalisi menilai ‘misi untuk mengembalikan dan menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab’ sangat kabur, tidak menjawab persoalan yang saat ini dihadapi pers, dan justru rentan membawa pers di bawah kontrol kekuasaan yang kuat.
Pasangan tersebut didukung oleh empat partai yang memiliki kursi di parlemen yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat.
“Keempat partai tersebut mendukung pengesahan KUHP baru dan revisi kedua UU ITE. Sedangkan terkait UU Cipta Kerja, hanya Partai Demokrat yang menolak pengesahan beleid itu,” papar Ade.
Aburizal Bakrie yang menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar merupakan pemilik gurita bisnis media Viva Group. Pada Pemilu 2014, jaringan media milik Aburizal menjadi corong kepentingan pemiliknya untuk mendukung Prabowo Subianto dan kemudian mendukung Jokowi pada Pemilu 2019.
Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga hanya menyebutkan satu poin dalam dokumen visi-misi terkait kebebasan pers yang berbunyi: Menjamin pers yang bebas, bergerak dan bermartabat dengan memastikan regulasi tidak digunakan untuk membatasi kebebasan pers. Meningkatkan literasi media sosial serta mendorong aktivitas media sosial yang bersih dan bertanggung jawab.
Pasangan tersebut didukung oleh PDIP, PPP, Perindo dan Partai Hanura. Dari empat partai tersebut hanya PDIP dan PPP yang memperoleh kursi di parlemen pada 2019-2024. Kedua partai tersebut mendukung pengesahan KUHP baru, UU Cipta Kerja dan revisi kedua UU ITE.
Di dalam pasangan ini, pendiri dan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesodibjoe adalah pemilik gurita bisnis MNC Group.
“Sama dengan pemilik media sebelumnya, Hary menggunakan jejaring medianya untuk kepentingan politiknya untuk mendukung Prabowo Subianto pada Pemilu 2014 dan Jokowi pada Pemilu 2019,” terang Ade.
Rekomendasi
Berdasarkan latar belakang tersebut, koalisi memberikan rekomendasi bagi calon presiden dan calon wakil presiden yang terpilih pada Pemilu 2024 untuk menjamin kebebasan pers di era digital antara lain dengan:
1. Aspek Kebebasan Berekspresi dan Hak Atas Informasi
Mengingat kebebasan pers sangat bergantung pada jaminan terhadap kebebasan berekspresi dan hak publik mendapatkan informasi, maka perlu meninjau dan mencabut seluruh regulasi yang dapat menghambat kebebasan berekspresi yakni hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, menyebarkan informasi, dan mengungkapkan pendapatnya. Juga memastikan seluruh badan publik melaksanakan UU Keterbukaan Informasi Publik, serta emastikan publik dan jurnalis dapat mengakses dokumen publik secara gratis, mudah dan cepat.
2. Aspek Keberlanjutan Media
Dukungan regulasi dan pendanaan yang mendorong keberlanjutan bisnis media yang lebih adil, transparan, dan mendukung jurnalisme berkualitas baik yang melibatkan platform media sosial, dana publik, maupun bentuk-bentuk model bisnis lainnya.
“Termasuk melindungi sektor media dari dampak-dampak krisis ekonomi maupun kebijakan ekonomi yang dapat memberikan pengaruh secara signifikan pada media dengan tetap menjaga prinsip independensi dan kualitas jurnalisme,” kata Ade.
3. Aspek Keamanan Jurnalis
Membangun mekanisme nasional perlindungan jurnalis meliputi:
Preventif: 1) Meninjau seluruh legislasi atau regulasi di nasional dan daerah yang dapat menghambat pers dengan komitmen mencari langkah-langkah untuk memastikan kebebasan pers, dengan melibatkan komunitas pers independen, termasuk membuka Papua untuk jurnalis asing. 2) Menjadikan hak jawab, hak koreksi dan penyelesaian sengketa ke Dewan Pers sebagai hukum utama di setiap legislasi dan regulasi yang berkaitan dengan sektor media atau informasi.
Protection: 1) Menetapkan mekanisme dan kerja sama yang efektif dan berperspektif gender untuk mengevakuasi/relokasi, rumah aman, keamanan rumah bagi jurnalis dan keluarganya yang menjadi korban kekerasan. 2) Menyediakan safety fund, bantuan hukum, dukungan medis dan dukungan pemulihan psikososial yang mudah diakses dan transparan.
Prosecution: 1) Melatih para hakim, jaksa, polisi dan otoritas terkait tentang kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia, tentang peran jurnalis dan masyarakat demokratis serta isu-isu spesifik gender yang terkait dengan keselamatan jurnalis. 2) Membentuk unit investigasi di tubuh kepolisian dan tim khusus di kejaksaan untuk menangani kejahatan-kejahatan serius terhadap jurnalis dan media, maupun menangani kasus yang pelakunya melibatkan polisi atau aktor negara/publik yang prominent.
Promotion: 1) Kampanye dan sosialisasi tentang pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan media independen, UU Pers, dan mekanisme sengketa pers. 2) Keselamatan jurnalis, termasuk isu-isu spesifik gender masuk dalam program pelatihan atau pendidikan jurnalisme, serta memperluas inisiatif literasi media dan informasi.
4. Aspek Keamanan Ekonomi Jurnalis
Aspek keamanan ekonomi jurnalis meliputi pencabutan UU Cipta Kerja yang memperlemah kesejahteraan jurnalis, dukungan regulasi untuk menetapkan upah jurnalis sebagai upah sektoral di seluruh provinsi dan mewajibkan perusahaan media memberikan kesejahteraan dan perlindungan sosial.
“Berikutnya, menjamin perlindungan terhadap tumbuhnya serikat pekerja media dan jurnalis, baik di dalam perusahaan maupun lintas perusahaan. Serta membangun mekanisme pengawasan yang efektif untuk memantau perusahaan media melaksanakan kewajibannya dan pekerja media mendapatkan hak-hak normatifnya,” jelas Ade.
5. Aspek Konsentrasi Media dan Transparansi
Dukungan regulasi untuk membatasi kepemilikan media oleh politisi, maupun mencegah monopoli kepemilikan oleh orang/kelompok tertentu dengan mekanisme pengawasan yang efektif oleh lembaga-lembaga independen seperti KPI dan Dewan Pers.
“Dukungan regulasi untuk mendorong transparansi kepemilikan media dan transparansi sumber-sumber iklan yang diperoleh oleh media,” pungkasnya.